Fredrich Yunadi Dihukum 7 Tahun Penjara

28 Juni 2018 16:30 WIB
Sidang Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fredrich Yunadi divonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Mantan pengacara Setya Novanto itu juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsidair 5 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Hakim menilai bahwa Fredrich terbukti menghalangi penyidikan KPK terhadap Setya Novanto. Ketika itu, Setya Novanto adalah tersangka kasus korupsi e-KTP yang sedang diproses KPK.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Fredrich Yunadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja merintangi penyidikan korupsi," ujar ketua majelis hakim Syaifudin Zuhri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Kamis (28/6).
Perkara Fredrich berawal saat KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP pada 31 Oktober 2017. Setya Novanto yang kala itu Ketua DPR dijadwalkan untuk hadir dalam pemeriksaan pada 15 November 2017. Namun, Setya Novanto memilih mangkir, padahal surat pemanggilan sudah dilayangkan sejak 10 November 2017.
Fredrich yang menjadi pengacara Setya Novanto, terbukti menyarankan kliennya untuk tidak perlu memenuhi panggilan KPK. Sebab, Fredrich beralasan, proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus seizin presiden.
ADVERTISEMENT
Bahkan tak hanya itu, Fredrich juga menjadi pihak yang menyarankan agar UU KPK terkait perizinan panggilan anggota DPR, untuk diuji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Kemudian, pada 14 November 2017, Fredrich menyurati Direktur Penyidikan KPK. Isi surat tersebut menerangkan kliennya yang tidak bisa memenuhi panggilan karena lebih memilih menunggu putusan judicial review MK yang baru saja diajukan di hari tersebut.
Pada hari pemeriksaan, Setya Novanto mangkir. Sekitar pukul 22.00 WIB di hari yang sama, penyidik menjemput mantan Ketua Umum Golkar itu di kediamannya, Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Di rumah itu, penyidik tak menemukan Setya Novanto. Mereka hanya bertemu Fredrich dan istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor. Di sana, Fredrich langsung menanyakan penyidik soal surat tugas, surat perintah penggeledahan, dan surat penangkapan Setya Novanto.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, saat penyidik menanyakan surat kuasa Setya Novanto untuknya, Fredrich tak bisa menunjukkannya. Fredrich lalu meminta Deisti untuk menandatangani surat itu atas nama keluarga Setya Novanto.
Fredrich Yunandi menunjukkan foto Setnov (Foto: Antara/Galih Pradipta)
zoom-in-whitePerbesar
Fredrich Yunandi menunjukkan foto Setnov (Foto: Antara/Galih Pradipta)
Pada 16 November 2017, Setya Novanto --yang diakuinya ingin menyambangi Gedung KPK untuk memenuhi panggilan-- mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau. Mobil Toyota Fortuner yang ditumpanginya, menabrak tiang penerang jalan. Setya Novanto lantas dilarikan ke RS Medika Permata Hijau.
Namun kemudian Fredrich dinilai merancang skenario agar Setya Novanto masuk RS Medika untuk menghindarkan pemeriksaan. Dia kongkalikong bersama salah satu dokter yang merawat Setya Novanto, Bimanesh Sutarjo, untuk memanipulasi kondisi kesehatan kliennya dari riwayat hipertensi, menjadi rekam medis kecelakaan.
Saat di rumah sakit, Fredrich dianggap menghalangi penyidikan untuk Setya Novanto. Ketika penyidik ingin mendatangi kamar pasien, Fredrich menyuruh perawat untuk mengusir mereka.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya itu, Fredrich terbukti melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Fredrich Yunadi dianggap terbukti merancang skenario menghindarkan Setya Novanto dari pemeriksaan KPK.