Gagal Naik KRL Saat Listrik Mati Massal, Warga Gugat PLN Rp 6.500

21 Agustus 2019 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kereta commuter line Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
zoom-in-whitePerbesar
Kereta commuter line Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
ADVERTISEMENT
Seorang warga bernama Azas Tigor Nainggolan menggugat PLN ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akibat insiden listrik mati massal atau blackout pada 4 Agustus lalu. Ia menggugat PLN karena gagal naik KRL dari Stasiun Bogor ke Jakarta. Saat itu KRL memang berhenti beroperasi akibat listrik mati.
ADVERTISEMENT
"Gugatan saya ini terhadap PLN yang menyebabkan saya terlunta-lunta 7 jam lebih di Stasiun Bogor. Karena blackout itu menyebabkan KRL tidak bisa beroperasi untuk dari Bogor ke Jakarta, waktu itu saya mau pulang dari Bogor ke Jakarta," kata Tigor di PN Jakarta Selatan, Rabu (21/8).
Ketua Forum Warga Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Tigor yang dikenal sebagai pengamat transportasi dari Forum Warga Kota Jakarta, mengaku harus menunggu sejak pukul 13.00 WIB hingga 21.00 WIB di Stasiun Bogor. Saat itu, ia baru bisa pulang ke rumahnya setelah dijemput anaknya dengan mobil pribadi.
Menurut Tigor, PLN telah melakukan pelanggaran hukum. Ia menggugat PLN dengan gugatan perdata.
"Karena dalam Pasal 28 UU No 30 tentang Ketenagalistrikan mengatakan bahwa PLN punya kewajiban menyediakan layanan memberikan listrik yang jelas. Ada kepastian, ada kejelasan. Dalam kondisi blackout kemarin enggak ada kejelasan," kata dia.
Penumpang KRL Stasiun Bogor tertahan karena mati listrik. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
Gugatan yang dilayangkan Tigor tersebut didaftarkan ke PN Jakarta Selatan pada Rabu (21/8) dengan nomor registrasi 696/Pdt.G./2019/PN.Jkt.Sel.
ADVERTISEMENT
Petitum atau tuntutan yang diajukan Tigor ada tiga buah. Pertama, ia meminta kepada pengadilan untuk memutus PLN bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Kedua, meminta PLN minta maaf secara terbuka kepadanya. Ketiga, menghukum PLN untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 6.500.
"Kenapa tuntutannya hanya Rp 6.500? Karena itu menggantikan saya membayar tol dari Bogor ke Jakarta. Karena tadi dijemput naik mobil sama anak saya. Kan tol itu Bogor-Jakarta, Jakarta-Bogor kan Rp 6.500, jadi saya hanya minta Rp 6.500 ganti ruginya," kata dia.
Gugatan ganti rugi Tigor kali ini lebih besar Rp 1.500 dari rencana awal gugatannya, sebesar Rp 5.000. Awalnya, Tigor mengaku ingin menggugat PLN sebesar Rp 5.000 sebagai ganti rugi biaya ongkos dari Stasiun Bogor ke Stasiun Manggarai.
Ketua Forum Warga Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan (kiri). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Seusai mendaftarkan gugatannya, Tigor mengeluh soal biaya pendaftaran perkara di PN Jakarta Selatan yang mahal. Ia harus membayar sebesar Rp 1,3 juta.
ADVERTISEMENT
Hal itu, kata Tigor, bisa saja jadi penyebab banyak korban dari padamnya listrik secara massal yang enggan menindaklanjutinya secara hukum. Padahal, denda yang Tigor tuntut jauh lebih kecil dari biaya pendaftaran perkara.
"Katanya sistem di Indonesia murah, cepat, sederhana, tapi biaya mendaftar gugatan Rp 1,3 juta. Saya gugat denda Rp 6.500, tapi biaya yang harus dikeluarkan Rp 1,3 juta," kata dia.
Gugatan terhadap PLN akibat listrik mati massal ini bukan yang pertama. Pada Selasa (20/8) kemarin, ada sidang perdana gugatan seorang warga pecinta ikan hias, Petrus Bello, yang terlebih dulu menggugat ke PN Jakarta Selatan.
Ia menggugat karena ada empat ikan koi miliknya yang mati akibat listrik padam. Ia menggugat PLN dengan ganti rugi sebesar Rp 9.2 juta.
ADVERTISEMENT
Namun sidang gugatan yang diajukan Petrus ditunda lantaran pihak tergugat yakni PLN tak datang. Padahal, PN Jakarta Selatan sudah melakukan pemanggilan.