Ganjar Bicara Jateng 'Kandang Banteng' hingga Kans PDIP di 2019

23 Mei 2018 19:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Di tahun 2014 silam, PDIP menjadi pemenang pemilu legislatif. Sejumlah provinsi menjadi lumbung suara terbesar bagi partai berlambang banteng tersebut. Dari sekian banyak provinsi, Jawa Tengah bisa dibilang menjadi penyumbang suara terbanyak, selain Bali.
ADVERTISEMENT
Di Jateng, PDIP meraup 4.295.598 suara, jauh di atas Partai Golkar yang kala itu nempati posisi kedua dengan jumlah suara hanya 2,4 juta saja. Maka tak heran, di dunia politik, Jawa Tengah kerap dikenal dengan sebutan 'kandang banteng.'
Tak pelak, di Pemilu Serentak 2019 mendatang, Jateng akan kembali menjadi lumbung suara partai besutan Megawati Soekarnoputri itu. Hal ini pun disadari oleh cagub Jateng petahana, Ganjar Pranowo. Menurut Ganjar, Jateng memang tak bisa dipisahkan dari PDIP.
"Malah ada yang ngomong, 'Jateng bukan kandang banteng, ini punya bersama'. Ternyata ada yang berpikir kandang banteng itu seperti arti harafiah, padahal itu jargon yang diberikan pengamat untuk membaca kekuatan politik," tutur calon gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat berkunjung ke kumparan, Senin (21/5).
ADVERTISEMENT
Ia mencontohkan, jika Jateng disebut sebagai kandang banteng, maka Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, justru lebih dikenal dengan 'kandang beringin'. Sebab, di kota itulah kekuatan politik Partai Golkar mengakar dan berkembang pesat.
Ganjar Pranowo saat Menyambangi Kumparan (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
"Itu kan sebenarnya diksi yang dipilih oleh para pengamat. Ternyata ada yang membicarakan berbeda, seolah-olah ini dipek dewe (diambil/dikuasai sendiri -red). Padahal itu diksi politik yang ditampilkan pengamat saja," tegasnya.
Dalam kunjungan singkat tersebut, Ganjar juga sempat menuturkan 'beban' yang diberikan padanya sebagai calon petahana di lumbung suara PDIP. Sebab, sebagai kandang banteng, pertarungan di Jawa Tengah menjadi tolak ukur penting bagi PDIP di kancah politik nasional, dalam hal ini Pemilu Serentak 2019.
"Secara politik, bukan tidak mungkin itu pasti akan jadi ukuran, minimal oleh PDIP. Minimal kalau Pak Jokowi mau maju lagi, makanya saya merasakan digempur beneran," ucapnya sambil tertawa kecil.
ADVERTISEMENT
Kemenangan Ganjar di Jateng seakan menjadi 'harga mati' semata-mata demi kemenangan PDIP dan calon yang diusung PDIP, Jokowi di 2019. Meski belum bisa memprediksi berapa kira-kira persentase suara yang bisa ia raih di Pilgub Jateng 2018, namun mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP ini mengaku kerap bertanya kepada para relawan di lapangan. Rata-rata, mereka optimistis bisa mendapatkan suara hingga 70 persen di Pilgub Jateng.
"Ada yang ngomong 60 persen, ada yang optimistis 80 persen, tapi rata-rata mereka bilang 70 persen. Tapi omongan adalah omongan, nanti buktinya waktu coblosan," tambahnya sambil tersenyum yakin.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya data dari relawan saja, Ganjar juga mengaku mulai mengumpulkan data-data yang dikeluarkan oleh lembaga survei. Dari situlah, tim internalnya akan mulai memetakan strategi selanjutnya.
"Ya memang masih di angka 60-an persen. Makanya dari internal kita ngomong, oh kalau kita mau naik ke 70 persen, effort-nya harus ditambah, mesti kerja dan lain sebagainya," jelasnya.
Ganjar Dapat SK PDIP. (Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan)
Diam sejenak, obrolan pun berlanjut ke prediksi Ganjar soal elektabilitas PDIP di pemilihan legislatif 2019 mendatang. Ia menilai, dinamikanya akan sangat bergantung pada faktor eksternal. Misalnya, respons masyarakat terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi.
"Adakah kebijakan yang akan tidak disukai masyarakat? Kalau jawabannya iya, ini bisa berpengaruh. Tapi kalau jawabannya baik, berjalan, maka tren kita akan naik terus. Sampai persentase berapa, saya belum bisa meramalkan, tapi tren kita akan bagus," jelas Ganjar.
ADVERTISEMENT
Jika faktor eksternal sudah dipegang, maka tinggal bagaimana internal partai dibenahi. Kalimat 'jangan korupsi, jangan asusila, jangan narkoba' harus dipatri dalam benak masing-masing kader. Sehingga, personifikasi itulah yang akan dilihat oleh masyarakat, entah di parlemen atau di badan eksekutif.
Menurut Ganjar, masyarakat tidak akan melihat kader partai yang begitu banyak secara keseluruhan. Mereka, hanya akan melihat individu-individu yang dianggap menjadi representasi dari partai untuk menentukan pilihannya.
"Tantangan PDIP itu, dan orang berkuasa kan tantangannya besar. Nanti disuap, disogok, asusila, narkoba, foya-foya, dan sebagainya. Itu akan menjebak, begitu," ungkapnya.
Untuk Pilpres 2019 sendiri, selain 'menjual' profil Jokowi, menurut Ganjar PDIP juga akan menjajakan sederet program-program yang merupakan turunan dari visi dan misi partai.
ADVERTISEMENT
"Yang pertama, bagaimana menjaga nilai-nilai kebangsaan, menjaga dasar negara ini. Pluralisme yang harus kita jaga, Bhinneka Tunggal Ika-nya harus kita jaga. Itu yang saya kira fundamental," jelas Ganjar.
Masalah pluralisme, lanjut dia, menjadi salah satu program utama PDIP semata-mata demi menjaga keamanan dan persatuan serta kesatuan di Indonesia. Ganjar sendiri mengaku kaget dengan adanya kejadian terorisme di beberapa wilayah, termasuk di Surabaya beberapa waktu lalu yang kerap dikaitkan dengan masalah intoleransi.
Jokowi dan Puti di Rakernas PDIP. (Foto: Dok. Istimewa)
Maka kerangka toleransi dan persatuan Indonesia inilah yang akan terus dipegang oleh PDIP. Kerangka ini, lanjut dia, merupakan garis partai yang bersumber dari Pancasila.
ADVERTISEMENT
"Yang jadi fundamental kan ketika Bung Karno menyusun Pancasila, dia bilang Indonesia tidak cukup dilahirkan saja, tapi dia butuh filosofi, dasar filosofis fundamental yang kuat untuk kokohnya negara ini," ucapnya.
Di situlah, menurut Ganjar, para pemangku agama berperan. Oleh karena itu, ketika Pancasila dirumuskan, menurut Ganjar banyak ulama yang juga dilibatkan, sehingga ada kompromi politik untuk membentuk dasar negara bersama.
"Kalau enggak ya kacau, kan. Bagaimana kita ada yang kulitnya putih, ada yang hitam, sawo matang, yang lurus rambutnya, yang keriting, yang ubanan?" ucap Ganjar sambil menunjuk rambutnya yang memang beruban.
Ganjar Pranowo (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Ia menegaskan, bangsa Indonesia memang sudah ditakdirkan untuk berbeda-beda, bhinneka tunggal ika. Hal itulah, yang menurut Ganjar menjadi salah satu nilai jual yang ditawarkan oleh PDIP di 2019 mendatang.
ADVERTISEMENT
"Makanya itu yang kita jaga. Mahal lho itu, kita mau bilang apa kalau makmur-makmur tapi enggak terjaga? Pecah lho negara itu," tandasnya.