Geliat Tenaga Kerja Asing Menopang Perekonomian Jerman

26 Mei 2018 7:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tenaga kerja (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tenaga kerja (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Saat ini isu tenaga kerja asing (TKA) tengah menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Sebagai contoh di Morowali, Sulawesi Tengah, yang menjadi lokasi yang diserbu TKA asal China. Berdasarkan data dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Morowali, jumlah TKA yang berstatus legal di daerah tersebut mencapai 3113.
ADVERTISEMENT
Sementara secara keseluruhan, jumlah TKA di Indonesia sampai akhir tahun 2017 adalah 85.974 orang. Jika dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang berjumlah 261 juta, jumlah TKA di Indonesia adalah 0.03% dari total populasi. Bagaimana proporsi TKA di Indonesia jika dibandingkan negara lain?
Negara industri maju seperti Jerman memiliki angka TKA yang cukup tinggi. Semuanya berawal pada saat Nazi berkuasa, Jerman memulai ketergantungannya terhadap TKA untuk membangun negaranya. Kebanyakan dari mereka datang dari Polandia, Eropa Tengah, dan Eropa Timur. Setelah kalah dalam perang dunia kedua di tahun 1945, negara Jerman mengalami kehancuran yang besar-besaran secara infrastruktur, ekonomi, maupun sosial.
Namun bukan hanya Jerman yang merasakan kerugian setelah perang, negara-negara lain juga mengalaminya. Negara-negara Eropa sebelah utara membutuhkan banyak tenaga kerja untuk membangun kembali negaranya yang hancur, sementara di negara Eropa sebelah selatan sampai ke Turki banyak orang yang membutuhkan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1949, Jerman terpecah menjadi dua. Jerman Barat membuat perjanjian dengan Italia, Spanyol, Yunani, Turki, Maroko, Portugal, Tunisia, dan Yugoslavia. Perjanjian tersebut mengatur perizinan tenaga kerja dari negara-negara tersebut di Jerman Barat. Sementara di Jerman Timur, karena pahamnya yang Sosialis dan Komunis, tenaga kerja yang diambil berasal dari negara-negara komunis juga dan yang berelasi dengan Uni Soviet. Selain dari Polandia, kebanyakan dari mereka datang dari Vietnam, Korea Utara, Angola, Mozambique, dan Kuba.
Pemerintah Jerman Barat berharap pekerja yang datang ke Jerman bisa mempelajari keahlian yang berguna dan dipraktikkan untuk membangun negaranya ketika mereka pulang nanti. Biasanya mereka bekerja di Jerman selama satu atau dua tahun, kemudian harus pulang agar TKA yang lain juga bisa mendapatkan kesempatan bekerja di Jerman.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak semua TKA yang sudah selesai kontraknya pulang ke negaranya. Mereka memilih menetap di Jerman dan membawa keluarganya tanpa pekerjaan. Khususnya mereka yang berasal dari Turki. Pemerintah Jerman merasa tanggungan negara sangat besar karena mereka harus membayar orang-orang yang mengganggur di Jerman. Oleh karena itu, pemerintah-pun memberikan uang bagi para pengangguran yang mau kembali ke negaranya.
Beberapa dari mereka memilih untuk pulang, sementara sisanya memilih untuk tinggal di Jerman, baik secara legal maupun ilegal. Per tahun 2010, total masyarakat keturunan Turki di Jerman adalah 4 juta orang atau sekitar 5% dari total penduduk Jerman.
Sementara di Jerman Timur, kondisi TKA jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan Jerman Barat. Para TKA harus tinggal di asrama dan komunikasi dengan penduduk Jerman sangat dibatasi. TKA hanya boleh berada di tempat-tempat yang tidak boleh dimasuki penduduk Jerman. TKA dan penduduk Jerman juga tidak boleh memiliki hubungan romantis/seksual atau deportasi adalah akibatnya. TKA perempuan tidak boleh hamil selama bekerja di Jerman Timur. Jika ketahuan hamil, anak yang ada dikandungan terpaksa harus diaborsi.
Ilustrasi buruh pabrik (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi buruh pabrik (Foto: Pixabay)
Setelah Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu, pemerintah memberikan uang 2000 dollar Amerika dan tiket pulang ke Jerman bagi penduduk Vietnam. Banyak dari mereka yang menolak. Hal ini mengakibatkan 11.000 orang keturunan Vietnam harus dipaksa pulang pada tahun 2004. Sementara mereka yang tidak pulang ada lebih dari 80 ribu orang dan kebanyakkan tinggal di Berlin. Angka ini membuat mereka menjadi imigran nomor satu terbanyak yang berasal dari Asia Tenggara di kota tersebut.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana kondisi TKA di Jerman sekarang?
Meskipun tidak semua warga Jerman setuju terhadap TKA, namun sebenarnya banyak dari mereka melihat TKA sebagai nilai tambah untuk perekonomian dan demografi negaranya. TKA yang datang dapat mempraktikkan keahlian dan kualifikasi yang mereka miliki dalam perekonomian Jerman yang maju.
Kesempatan bekerja di Jerman bahkan terbuka lebih lebar lagi bagi para TKA yang memiliki keahlian yang cocok dan yang memang sedang dibutuhkan oleh Jerman. Mereka yang mengenyam pendidikan tinggi dari universitas ternama juga memiliki kesempatan yang besar. Hal ini juga berlaku untuk warga negara Indonesia.
Meskipun begitu sebelum masuk dan mencari kerja di Jerman, para TKA biasanya sudah harus terlebih dahulu mendapatkan izin tinggal. Meskipun ini tergantung darimana mereka berasal. Dalam mencari pekerjaan, dengan kualifikasi yang sama penduduk Jerman akan mendapatkan prioritas.
ADVERTISEMENT
Kemudian disusul dengan negara-negara yang bergabung dalam Uni Eropa, Swiss, dan European Economic Area (EEA) seperti Liechtenstein, Norwegia, dan Islandia. Prioritas selanjutnya diberikan kepada Australia, Israel, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Dan yang terakhir adalah negara-negara di luar Uni Eropa.
Indonesia juga ikut andil menyumbang jumlah imigran di Jerman. Berdasarkan data dari Lembaga Imigrasi dan Pengungsi Jerman 2014, warga Indonesia yang tinggal di negara tersebut berjumlah 15.881 jiwa. Angka ini membuat Indonesia ada di posisi keempat sebagai imigran dari Asia Tenggara terbanyak setelah Vietnam, Thailand, dan Filipina.