Giliran NATO yang Usir Diplomat Rusia

28 Maret 2018 11:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen NATO Jens Stoltenberg (Foto: AP Photo/Andreea Alexandru)
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen NATO Jens Stoltenberg (Foto: AP Photo/Andreea Alexandru)
ADVERTISEMENT
Setelah Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara Barat lainnya, kini giliran NATO yang mengusir diplomat Rusia. Langkah ini dilakukan menyusul upaya pembunuhan mantan intel Rusia di Inggris menggunakan senjata kimia.
ADVERTISEMENT
Diberitakan Associated Press, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada Selasa (27/3) mengumumkan telah mengusir 7 diplomat di misi Rusia pada aliansi Atlantik Utara itu. NATO, kata Stoltenberg, juga menunda pemberian akreditasi dari tiga pekerja di misi Rusia pada NATO.
Dia mengatakan, NATO masih akan terus melanjutkan kerja sama dengan Rusia. Namun pengusiran ini adalah peringatan bahwa Rusia harus membayar apa yang mereka lakukan.
"Saya merasa Rusia meremehkan persatuan aliansi NATO," kata Stoltenber.
Saat ini sudah lebih dari 20 negara yang mengumumkan telah mengusir para diplomat Rusia dari negara mereka. Total ada lebih dari 130 diplomat Rusia yang diusir, terbanyak di Amerika Serikat sebanyak 60 orang.
Kedutaan Besar Rusia dilihat di Washington (Foto: AFP/ Jim Watson)
zoom-in-whitePerbesar
Kedutaan Besar Rusia dilihat di Washington (Foto: AFP/ Jim Watson)
Pengusiran ini adalah bentuk solidaritas negara-negara Barat terhadap Inggris yang sebelumnya mengusir 23 diplomat Rusia atas upaya pembunuhan Sergei Skripal. Mantan intelijen itu saat ini dalam keadaan kritis setelah terpapar racun kimia era Soviet: novichok.
ADVERTISEMENT
Perdana Menteri Inggris Theresa May menuding Rusia berada di balik upaya pembunuhan Skripal. Pemerintah Moskow membantah keras, mengatakan tudingan itu tidak berdasar karena semua senjata era-Soviet telah dimusnahkan.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov bahkan menyalahkan AS yang menurut dia menekan negara-negara lain untuk mengusir diplomat Kremlin.
"AS telah melakukan tekanan, pemerasan, yang telah menjadi instrumen utama Washington di arena internasional. Tindakan yang tidak santun itu tidak bisa ditoleransi," kata Lavrov.