Golkar: MK Harus Tunduk pada UUD 1945 untuk Putuskan Gugatan UU Pemilu

28 Juli 2018 11:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Pansus KPK Agun Gunanjar (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Pansus KPK Agun Gunanjar (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Wacana Wakil Presiden Jusuf Kalla maju kembali menjadi cawapres di Pilpres 2019 mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Apalagi, Jusuf Kalla mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan cawapres. Pengajuan gugatan uji materi ini mejadi polemik di masyarakat beberapa dalam beberapa waktu terakhir.
ADVERTISEMENT
Berbagai kalangan pun ikut berkomentar atas uji materi ini. Salah satunya adalah anggota fraksi Golkar di DPR, Agun Gunandjar Sudarsa. Menurut Agun, MK sebagai lembaga penjaga konstitusi tertinggi, perlu melihat dengan benar UUD 1945 sebelum memutus uji materi UU Pemilu ini.
"Lembaga MK dan para hakimnya sepatutnya tetap berpegang pada pasal-pasal dalam UUD 1945, dalam pengujian kali ini berdasar kepada pasal 7 UUD 1945, yang sebelum perubahan rumusannya, Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali," kata Agun dalam siaran persnya, Sabtu (28/7).
"Lalu diubah menjadi, Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yg sama hanya untuk satu kali masa jabatan," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Agun, pasal 7 UUD 1945 dengan gamblang menjelaskan bahwa presiden dan wakil presiden hanya dapat dipilih kembali dua kali, berturut-turut maupun tidak berturut-turut.
Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
"Didapatkan kejelasan bahwa yang dimaksud oleh rumusan pasal 7 harus dimaknai baik berturut-turut maupun tidak, baik presiden maupun wakil presiden, dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk sekali masa jabatan. Artinya hanya 2 kali, berturut turut atau pun tidak berturut turut," papar Agun.
Oleh sebab itu, menurut Agun, judicial review pasal 169 huruf n UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan konstitusi dan semangat reformasi. Menurut dia, MK harus menegakan konstitusi di dasarkan atas prinsip Indonesia yang menganut negara hukum.
ADVERTISEMENT
“Untuk menjamin tegaknya supremasi hukum (konstitusi) tersebut, UUD 1945 memberi kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana dirumuskan dalam pasal 24C yang berwenang salah satunya menguji UU terhadap UUD 1945, yang putusannya bersifat final dan mengikat,” papar Agun.
“Namun demikian MK dalam menjalankan kewenangannya juga diwajibkan untuk tunduk, patuh dan mengikatkan diri kepada supremasi hukum (konstitusi). Tidak bisa dan tidak dibenarkan para hakim MK membuat penafsiran bebas atas subtansi pasal pasal UUD 1945,” tegas Agun.
Sebelumnya, Partai Perindo mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 169 huruf (n) UU Pemilu terkait syarat pencalonan sebagai cawapres di Pilpres 2019.
Pemohon meminta MK untuk agar bisa menafsirkan frasa 'berturut-turut' untuk syarat cawapres dalam pasal tersebut. JK yang tahun ini genap 76 tahun, turut mendaftar sebagai pihak terkait dalam permohonan uji materi ini.
ADVERTISEMENT