Grace Sebut PSI Diserang Hoaks Usai Pidato Perda Syariah di Medan

17 Maret 2019 0:46 WIB
Ilustrasi Partai PSI Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Partai PSI Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie curhat kepada sejumlah kader PSI di Kabupaten Klungkung, Bali usai berpidato soal perda syariah di Medan, Sumatera Utara, Senin (11/3) lalu.
ADVERTISEMENT
Ia mengaku PSI kerap diserang sejumlah hoaks melalui pesan di sejumlah grup obrolan Whatsapp.
"Pascapidato yang disampaikan di Medan, kita langsung merasakan banyak serangan balik ya, banyak sekali pesan-pesan yang beredar di WA grup yang tak benar," kata Grace di depan kader PSI Bali, Sabtu (16/3).
Sejumlah berita bohong yang disebut Grace itu antara lain, partai kecil yang hanya dimanfaatkan untuk kepentingan lain, PSI adalah partai pengkhianat, bahkan PSI yang diam-diam tak mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 mendatang.
"(Hoaks) seperti memilih partai kecil sia-sia, karena yang digunakan adalah sistem seperti di Amerika Serikat Sainte Lague kalau PSI enggak lolos, suaranya akan dikasihkan ke Gerindra atau partai yang lain. Banyak macam isu yang beredar, bahkan ada yang memframe PSI sebagai pengkhianatan dan sebagainya," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Padahal, kata Grace, dengan menggunakan metode perhitungan suara Sainte Lague, justru peluang bagi partai kecil dan partai menengah untuk mendulang suara. Ia membantah bahwa suara partai kecil tidak akan diserahkan pada partai besar atau partai lain.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie di Kantor PGI, Jakarta, Senin (15/10/2018). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Yang perlu kita klarifikasi, bahwa justru dengan sistem Sainte Lague, sistem penghitungan itu menguntungkan partai kecil dan menengah karena partai besar itu akan dibagi dengan bilangan 1,3,5,7. Pertama dibagi 1 masih besar, dibagi tiga mungkin masih dapat, tapi begitu dibagi lima atau tujuh itu susah. Justru, ini kesempatan bagi kecil dan menengah untuk mendulang suara," ujar dia
Grace kembali menegaskan, bahwa konteks pidato yang dia sampaikan di Medan merupakan kritik bagi sejumlah partai yang belum memaparkan visi misi dalam pilpres dan pileg April mendatang. Padahal, Pemilu 2019 tinggal sebentar lagi.
ADVERTISEMENT
"Ketika menyampaikan di dalam pidato itu adalah, konteksnya ini pemilihan presiden berbarengan dengan pemilihan legislatif, satu bulan sebelum pemilihan belum ada juga ruang yang cukup untuk kita saling membedah isi perbedaan satu dengan lain," kata Grace.
"Kita memberikan diri membuka ruang diskusi, kita partai pertama memaparkan apa bedanya kita dengan partai lain. Hanya partai PSI yang tidak mencalonkan caleg yang tidak koruptor. PSI memberikan sistem transparansi saat calegnya terpilih," timpalnya.
Grace yakin serangan balik yang diperoleh PSI adalah karena ada sesuatu hal yang tidak beres dalam tubuh partai PDIP atau Golkar. Ini karena pidato itu dianggap sesuatu yang membuat PDIP dan Golkar tak nyaman.
"Kerasa betul apa yang kita sampaikan, apa yang PSI lakukan tidak menggangu kenyamanan partai politik hari ini, pasti tidak akan ada serangan balik seperti itu. Justru karena kita sudah menganggu kenyamanan partai politik lama hari ini maka banyak serangan balik," kata dia.
Ketua Umum PSI Grace Natalie saat menghadiri konsolidasi politik dengan ratusan kader PSI di Medan. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
Dalam pidatonya di di hadapan para kader PSI di acara Festival 11 PSI di Medan, Senin (11/3) lalu, Grace mempertanyakan sikap Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang terlibat aktif dalam pengesahan 443 Perda Syariah di Indonesia. Grace memastikan pernyataannya ini hanya merujuk pada hasil penelitian yang ditulis Michael Buehler, Guru Besar Ilmu Politik Nothern Illinois University.
ADVERTISEMENT
Dalam bukunya, "The Politics of Shari’a Law: Islamist Activist and the State in Democratizing Indonesia", Buehler menyebutkan, 443 Peraturan Daerah Syariah yang diadopsi dalam kurun 1998 dan 2013, diterapkan di sejumlah provinsi, yakni Jawa Barat (103), Sumatera Barat (54), Sulawesi Selatan (47), Kalimantan Selatan (38), Jawa Timur (32) dan Aceh (25). Buehler juga mencatat bahwa bukan partai islamis yang merancang aturan ini, melainkan partai nasionalis seperti PDIP dan Golkar.
"Bagaimana mungkin disebut partai nasionalis, kalau diam-diam menjadi pendukung terbesar Perda Syariah?" ujar Grace.
"Dari penelitiannya menyimpulkan bahwa PDI Perjuangan dan Golkar terlibat aktif dalam merancang, mengesahkan, dan menerapkan 443 Perda Syariah di seluruh Indonesia. Penelitian Robin Bush juga menyimpulkan hal yang sama. Ini bukan saya, lho, yang bilang. Saya hanya membacakan kesimpulan riset ilmiah," sambungnya.
ADVERTISEMENT