Greenpeace Indonesia: Jokowi dan Prabowo Abaikan soal Perubahan Iklim

18 Februari 2019 12:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Capres no urut 01 Joko Widodo dan Capres no urut 02 Prabowo Subianto berjabat tangan  usai Debat Kedua Capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu, (17/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Capres no urut 01 Joko Widodo dan Capres no urut 02 Prabowo Subianto berjabat tangan usai Debat Kedua Capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu, (17/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Debat kedua Pilpres 2019 yang menampilkan Jokowi dan Prabowo menuai banyak sorotan. Salah satunya soal komitmen keduanya di bidang lingkungan hidup. Greenpeace Indonesia menilai, Jokowi dan Prabowo sama sekali tak menyinggung soal perubahan iklim yang sebenarnya menjadi masalah serius dunia saat ini.
ADVERTISEMENT
Padahal, tema debat kedua ini meliputi energi, infrastruktur, pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup. Tak hanya soal perubahan iklim, Jokowi dan Prabowo juga tak secara dalam membahas potensi energi terbarukan. Bahkan kedua calon mengedepankan energi yang bersumber dari kelapa sawit, yang berpotensi menambah angka deforestasi.
“Capres Jokowi dan Prabowo sama-sama mendukung biodiesel ataupun biofuel dari B-20 hingga ke B-100. Terkait hal ini, kedua capres tidak memberikan jaminan program biofuel tanpa menggerus keberadaan hutan alam, lahan gambut dan mangrove,” Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak, dalam keterangannya, Senin (18/2).
Penyambutan kapal Rainbow Warrior Greenpeace. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Temuan Greenpeace terbaru sejak tahun 2015 terdapat 130.000 hektar deforestasi yang berasal dari konsesi perusahaan sawit (25 grup) di mana 41 persen (51.600 hektar) berada di wilayah Papua. Menurut analisis data Hansen, University of Maryland 2000-2017, laju penggundulan hutan yang terjadi sepanjang 2015-2017 tercatat masih mencapai 650.000 hektar.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan kajian Cerulogy, kebijakan biofuel telah menciptakan permintaan minyak sawit sebesar 10,7 juta ton. Pada tahun 2030, permintaan biofuel diprediksi mencapai 67 juta ton, dan membuka peluang deforestasi baru sebesar 4,5 juta hektar serta hilangnya 2,9 juta lahan gambut.
Pemenuhan kebutuhan energi yang dijawab Jokowi dan Prabowo hanya dengan pengembangan biofuel secara masif dinilai tidak tepat. Sebab, potensi energi terbarukan yang bersumber dari tenaga surya dan angin jauh lebih besar.
Potensi tenaga angin sebesar 60.647 MW dan tenaga surya sebesar 207.898 MW, atau jauh lebih besar dibandingkan potensi bioenergi 32.654 MW. Kapasitas terpasang energi surya dan angin pun masih jauh di bawah bioenergi.
Capres no urut 01 Joko Widodo dan Capres no urut 02 Prabowo Subianto saat mengikuti Debat Kedua Capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu, (17/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Batu bara melalui keberadaan PLTU ditambah dengan kebakaran hutan telah merusak kualitas udara Indonesia. Polusi udara mengancam kesehatan dan mengganggu produktivitas masyarakat. Sedikitnya 6.500 kematian dini diprediksi terjadi setiap tahunnya di Indonesia, akibat mengidap penyakit pernapasan yang disebabkan oleh polusi udara.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, komitmen untuk mengatasi perubahan iklim di kedua kubu tidak terlihat. Padahal Indonesia meratifikasi Kesepakatan Paris, dan berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29%.
“Komitmen penurunan emisi tidak akan tercapai, jika arah pembangunan masih berbasis pada energi fosil dan rencana ekspansi biofuel yang berdampak pada pembukaan lahan besar-besaran. Kedua kandidat masih punya PR yang besar untuk memperbaiki janji-janji program kerja mereka jika ingin memenangkan bumi dan masa depan lingkungan Indonesia,” pungkas Leonard.