Greenpeace Temukan Industri Sawit yang Masih Bakar Hutan

19 September 2018 14:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konperensi Pers Penyampaian Laporan ‘The Final Countdown’ oleh Greenpeace Indonesia di Hotel Artotel, Jakarta Pusat. (Foto: Ferry/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konperensi Pers Penyampaian Laporan ‘The Final Countdown’ oleh Greenpeace Indonesia di Hotel Artotel, Jakarta Pusat. (Foto: Ferry/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
LSM yang bergerak di bidang lingkungan, Greenpeace Indonesia, dalam laporan investigasi terbarunya menyebutkan masih ada produsen besar yang membakar hutan di Kalimantan, Sumatera hingga Papua. Hal ini tertuang dalam investigasi tentang deforestasi dan pembakaran hutan untuk pembukaan lahan perkebunan sawit.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan ini, perusahaan-perusahaan sawit terbesar di dunia masuk dalam 25 kelompok produsen yang membakar hutan di Indonesia. Data Greenpeace menyebutkan, sebuah perusahaan besar W bertanggung jawab atas pembakaran hutan sejak 2013.
“Tahun 2013, kami mengungkap ada pemasoknya bertanggung jawab deforestasi, penebangan, dan pembukaan habitat harimau yang meluas. Padahal di tahun itu juga mereka mengumumkan kebijakan NDPE (no deforesitation, no peat, no exploitation),” ujar juru kampanye Greenpeace Indonesia Annisa Rahmawati dalam jumpa pers di Art Hotel, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/9).
Annisa menjelaskan, apa yang dilakukan perusahaan tersebut masih sebatas untuk pertunjukan publik saja. Belum menunjukkan keseriusan untuk memutus rangkaian produksi mereka untuk menggunakan sawit bersih yang tidak terlibat dalam pembakaran hutan.
ADVERTISEMENT
“Cuma masalah PR dan CSR saja,” ujar Annisa.
Selain itu, Annisa juga mempertanyakan keseriusan dari pemerintah Indonesia dalam mengatasi dampak dari industri sawit yang semakin lama menggerus wilayah hutan Indonesia.
Ia mengatakan, dari 2015 sudah ada 130 ribu hektare hutan hujan dibersihkan untuk perkebunan sawit. Padahal dari 2011 ada moratorium izin industri sawit yang baru.
“Sebenarnya tujuan untuk moratorium itu sendiri adalah jeda, jeda itu sejak 2011 itu di jeda-jeda tapi deforisasi tetap terjadi, artinya apa penerbitan izin masih terjadi. Itu juga moratorium juga tidak berlaku di existing izin-izin yang sudah ada,” ujar Annisa.
Annisa mengatakan bahwa Greenpeace ingin setidaknya CEO dan pimpinan beberapa merek yang memiliki hubungan dagang 25 produsen besar tersebut menghentikan hubungan dagang hingga perusahaan ini terbukti bahwa minyak sawitnya tidak berasal dari pengerusak hutan.
ADVERTISEMENT