Hacker di Surabaya Hanya Butuh 5 Menit untuk 'Jebol' Satu Laman

13 Maret 2018 17:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rilis mengenai kejahatan Cyber Crime (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rilis mengenai kejahatan Cyber Crime (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Polisi menangkap tiga kelompok peretas jaringan internasional asal Surabaya, Jawa Timur. Mereka hanya butuh waktu yang singkat untuk 'menjebol' sebuah laman.
ADVERTISEMENT
"Biasa dalam sekali meretas hanya membutukan waktu lima menit," Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/3).
Para pelaku menggunakan metode SQL Injection atau lebih dikenal dengan sebutan coding untuk meretas sebuah laman. Menggunakan coding itu, mereka 'memaksa' masuk ke laman tertentu untuk mengambil data pribadi calon korbannya.
"Mereka masuk ke suatu sistem keamanan lewat jalur belakang bukan dari jalur depan tentu itu harus ada izin dulu dari perusahaan yang bersangkutan," jelas Roberto.
Rilis mengenai kejahatan Cyber Crime (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rilis mengenai kejahatan Cyber Crime (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Cara peretasan seperti ini memang sangat berbahaya karena bisa merusak sistem. Tapi, Roberto belum mendapat laporan adanya kerusakan sistem pada situs yang diretas.
"Sampai saat ini belum kita temukan (adanya kerusakan sistem), yang ada baru peretasan sistem di situs pemerintahan, perusahaan telekomukiasi. Untuk bank belum ada," papar Roberto.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, polisi menangkap tiga anggota kelompok peretas jaringan internasional bernama Surabaya Black Hat (SBH) di Surabaya. Ketiga anggota yang ditangkap, yakni KPS, NA, dan ATP.
Tersangka yang masih berstatus mahasiswa di universitas di Surabaya itu ditangkap karena meretas laman tertentu untuk mencuri data pribadi calon korban. Bahkan mereka pernah meretas lama milik pemerintahan Amerika Serikat.
Setelah mendapat data yang diinginkan, pelaku menghubungi korban dan mengancam akan menyebarkan data pribadi mereka. Sebagai gantinya, pelaku meminta sejumlah uang kepada korban. Mereka menggunakan PayPal dan Bitcoin sebagai wadah mengumpulkan uang hasil pemerasan itu.