Hak Keuangan Jokowi Per Bulan Rp 2-2,5 M, Anggota DPR Rp 105 Juta

6 Juni 2018 12:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi dan Anggota BPIP Salam Pancasila (Foto: Dok. Agus Suparto - Presidential Palace)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Anggota BPIP Salam Pancasila (Foto: Dok. Agus Suparto - Presidential Palace)
ADVERTISEMENT
Polemik hak keuangan pejabat pimpinan serta pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) masih hangat diperbincangkan. Lantaran, Ketua Dewan Pengarah BPIP yang dijabat Megawati Soekarnoputri, disebut menerima hak keuangan Rp 112 juta per bulan, atau sekitar Rp 1,3 miliar per tahun.
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo pun menandatangani Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Pimpinan, Pejabat, dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu pada Rabu (23/5).
Publik pun ramai-ramai berspekulasi. Mereka meributkan 'gaji' Ketua Umum PDIP itu yang dianggap lebih besar dari Jokowi. Padahal, yang dimaksud dalam kata 'gaji', seharusnya merujuk pada hak keuangan.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Beni Kurnia Ilahi, menilai masyarakat perlu tahu pengertian hak keuangan yang sesungguhnya. Setidaknya, di dalam hak keuangan, terdapat tiga unsur pendapatan yang diterima. Dana itu, terdiri dari gaji pokok, tunjangan jabatan, hingga biaya operasional, yang ditotal secara keseluruhan.
Ketum PDIP, Megawati berikan arahan ke kader. (Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
zoom-in-whitePerbesar
Ketum PDIP, Megawati berikan arahan ke kader. (Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
Nah, kata Beni, terkait polemik BPIP, sepertinya masyarakat belum bisa memahami persoalan hak keuangan dengan biaya operasional.
ADVERTISEMENT
"Mungkin dari publikasi media, belum bisa memisahkan antara gaji yang diterima oleh pejabat negara dengan biaya operasional yang sebetulnya cenderung lebih besar diterima oleh pejabat negara," ujar Beni kepada kumparan saat dihubungi, Rabu (6/6).
"Sebetulnya, kalau kita melihat hari ini, kan terkait dengan gaji BPIP. Polemik itu terjadi karena orang tidak bisa membedakan lagi yang mana hak keuangan, dan mana biaya operasional. Kalau kita lihat dalam Perpres yang tahun 2018 itu, BPIP hanya gaji pokok dan tunjangan saja, tidak termasuk biaya operasional di dalamnya," tuturnya.
Sedangkan menurutnya, jika melihat lembaga negara seperti presiden, wakil presiden, hingga setingkat menteri, hak keuangan mereka ikut ditunjang dengan biaya operasional.
Misalnya, pun seorang gaji presiden dan wakilnya hanya sebesar Rp 62 juta, namun, jika dikalkulasikan dengan dana operasional, besarannya bisa mencapai Rp 2 hingga Rp 2,5 miliar.
Joko Widodo di bukber kediaman Ketua DPD RI. (Foto: dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo di bukber kediaman Ketua DPD RI. (Foto: dok. Biro Pers Setpres)
Biaya operasional, merupakan biaya penunjang terkait pelaksanaan tugas dan kewajiban pejabat negara. Biaya itu, terdiri dari tiga unsur, yakni biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas kewajiban; seluruh biaya rumah tangganya; dan seluruh biaya perawatan kesehatan keluarganya.
ADVERTISEMENT
Beni tak menampik, hal itu memang menelan dana yang cukup besar.
"Artinya, hak keuangan/Administratif yang diterima oleh presiden dan wakil presiden tersebut tidak hanya serta merta gaji pokok dan tunjangan Jabatan saja yang kemudian terpublikasi ke masyarakat, melainkan biaya operasional yang menelan anggaran negara yang cukup besar juga dimanfaatkan untuk penyelenggaraan kekuasaan oleh presiden dan wakil Presiden," imbuhnya.
Jika melihat data yang dihimpun PUSaKO, hak keuangan yang diberikan untuk Joko Widodo sebagai presiden sebesar Rp 2 hingga Rp 2,5 miliar itu, terdiri dari gaji pokok sebesar Rp 30.240.000; tunjangan jabatan Rp 32.500.000; dana operasional atau taktis sebesar Rp 166.666.666, dan fasilitas lainnya, seperti biaya perjalanan dalam dan luar negeri, biaya rapat, konferensi, penerimaan tamu, atau uang representasi.
ADVERTISEMENT
Aturan itu, merujuk pada dasar hukum Undang-undang Nomor 7 Tahun 1978; PP Nomor 75 Tahun 2000, Keppres Nomor 68 Tahun 2001; PMK Nomor 48/PMK.05/2008.
Begitu pula dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang mendapatkan hak keuangan sebesar Rp 1,5 hingga Rp 2 miliar per bulan. Biaya itu, terdiri dari gaji pokok Rp 20.160.000; tunjangan jabatan Rp 22 juta, dana operasional Rp 83.333.333; dengan total gaji Rp 125.493.333.
Sedangkan setingkat menteri, mereka menerima gaji pokok Rp 5.040.000, dengan tunjangan jabatan sebesar Rp 13.608.000, dana operasional Rp 100 juta, dengan total gaji Rp 118.648.000. Dana itu ditunjang dengan fasilitas lain, seperti operasional kantor, sarana dan prasarana, biaya tol ke bandara, biaya angkut perjalanan, hingga biaya kunjungan kerja. Secara keseluruhan, seorang menteri bisa menerima hak keuangan mencapai Rp 1-1,4 miliar per bulan.
Jusuf Kalla di Silaturahmi Partai Golkar (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jusuf Kalla di Silaturahmi Partai Golkar (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Lalu, untuk anggota DPR, mereka menerima gaji total Rp 105.582.000. Biaya itu terdiri dari gaji pokok Rp 5.040.000, tunjangan jabatan Rp 15.120.000, dan tunjangan lain termasuk dana operasional, sebesar Rp 85.422.000
Sementara total hak keuangan --bukan gaji-- yang diterima Megawati sebagai ketua dewan pengarah BPIP, sebesar Rp 112.548.000. Begitupun dengan anggota dewan pengarah, yang menerima hak keuangan sebesar Rp 100.811.000; Kepala BPIP Rp 76,5 juta, dan wakilnya sebesar Rp 63,75 juta. Namun, yang menjadi persoalan, Perpres itu tak merinci lebih lanjut pembagian soal gaji pokok, tunjangan, ataupun dana operasional yang mereka dapatkan.
Daftar-daftar Hak Keuangan BPIP (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Daftar-daftar Hak Keuangan BPIP (Foto: Istimewa)
Sehingga, Beni menganggap, masyarakat perlu melihat, apakah komponen biaya itu, hanya sebatas tunjangan, gaji, atau memang hak keuangan secara keseluruhan. Dia pun meminta pemerintah bisa lebih transparan, lalu mensosialisasikan hal ini ke masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Agar kemudian tidak ada lagi paradigma negatif dari masyarakat bahwa 'Oh, ternyata seorang pejabat BPIP sampai menerima Rp 100 juta sekian, padahal presiden cuma Rp 62 juta," paparnya.
Yang terpenting, kata Beni, ketika pejabat negara menerima dana sebesar itu, tanggung jawab yang diberikan, ataupun beban kerjanya, betul-betul harus memberikan kesejahteraan untuk rakyat. "Jangan sampai kerjanya minus, tapi gajinya naik, nah ini persoalan juga," sebutnya.