Hak Politik Eni Saragih Dicabut Selama 3 Tahun

1 Maret 2019 16:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Eni Maulani Saragih (kanan) dengan agenda putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (1/3). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Eni Maulani Saragih (kanan) dengan agenda putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (1/3). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, divonis terbukti menerima suap dan gratifikasi oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Selain memvonis pidana penjara selama enam tahun, hakim juga mencabut hak politik Eni selama tiga tahun usai mengakhiri pidana penjara.
ADVERTISEMENT
"Pidana tambahan pencabutan hak politik selama tiga tahun," ungkap ketua majelis hakim Yanto membacakan amar putusan Eni di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (1/3).
Keputusan itu, jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut pencabutan hak politik terhadap Eni selama 5 tahun usai menyelesaikan perkara pidananya.
Eni divonis terbukti melakukan dua tindak pidana korupsi yang didakwakan kepadanya, yakni gratifikasi dan suap.
Hakim menjatuhkan vonis hukuman pidana enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan penjara. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai Eni terbukti terlibat kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi seperti dakwaan satu dan dua," kata ketua majelis Hakim Yanto.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Eni pun diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp 5,087 miliar, SGD 40 ribu. Namun, apabila Eni tak membayar, harta Eni akan disita atau masa tahanan ditambah 6 bulan.
Eni Maulani Saragih menjalani sidang dengan agenda putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (1/3/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Putusan untuk Eni tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK. Eni dituntut pidana penjara selama delapan tahun dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 4 bulan penjara.
Menurut hakim, Eni terbukti menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo sebesar Rp 4,75 miliar dalam beberapa tahap. Suap diberikan agar Eni dapat membantu perusahaan Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Perbuatan Eni dinilai melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Eni juga dinilai terbukti menerima gratifikasi sebagaimana dakwaan kedua. Eni terbukti telah menerima uang dari sejumlah pengusaha yang berkaitan dengan mitra kerja dari Komisi VII DPR. Eni diketahui telah menerima gratifikasi berupa uang dari sejumlah pengusaha sebesar Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu atau setara Rp 419.200.000 (SGD 1 = Rp 10.480).
Beberapa pihak yang memberikan gratifikasi kepada Eni, yaitu:
1. Prihadi Santoso selaku Direktur PT Smelting memberikan Rp 250 juta.
2. Herwin Tanuwidjaja selaku Direktur PT One Connect Indonesia (PT OCI) memberikan Rp 100 juta dan SGD 40 ribu.
3. Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal memberikan Rp 5 miliar.
4. Iswan Ibrahim selaku Presiden Direktur PT Isargas memberikan Rp 250 juta.
ADVERTISEMENT
Perbuatan Eni tersebut dianggap melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.