Hakim Tolak Eksepsi Eks Kepala BPPN, Sidang BLBI Dilanjutkan

31 Mei 2018 12:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang putusan sela terdakwa Syafruddin Arsyad (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang putusan sela terdakwa Syafruddin Arsyad (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Majelis Makim Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak eksepsi mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Hakim memutuskan perkara dugaan korupsi terkait penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia yang mendapat Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) layak untuk dilanjutkan pada pemeriksaan saksi.
ADVERTISEMENT
"Mengadili menyatakan keberatan atau eksepsi tim penasehat hukum terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakan putusan sela di Pengadilam Tipikor Jakarta, Kamis (31/5).
Hakim menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat formil dan syarat materil sebagaimana peraturan perundang-undangan. Surat dakwaan itu dinilai hakim sah menurut hukum.
"Serta dapat diterima dalam dasar pemeriksaan dalam perkara ini," ujar hakim.
Sidang putusan sela terdakwa Syafruddin Arsyad (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang putusan sela terdakwa Syafruddin Arsyad (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Hakim juga menyatakan bahwa alasan penasihat hukum bahwa pengadilan tata usaha negara yang berwenang menangani perkara Syarifuddin tidak tepat. Hal itu karena pengadilan tata usaha bisa bertindak apabila belum ada proses pidana dan harus ada hasil penilaian dari intern pemerintah.
"Perkara korupsi wajib didahulukan sesuai pasal 25 UU Tindak Pidana Korupsi," kata hakim.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hakim juga menolak eksepsi pengacara Syafruddin bahwa kasus kliennya sudah kedaluwarsa. Dalam pertimbanganya Majelis hakim menyatakan bahwa perkara Syafruddin tidak kedaluwarsa mengacu pada pasal 78 KUHP.
"Menimbang bahwa bunyi Pasal 78 dihubungkan dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum, maka jelas tidak dapat dikatakan kewenangan menuntut pidana telah kedaluwarsa karena tim penasehat hukum sudah menyebutkan bahwa yang menjadi objek perkara a quo dikeluarkan SKL terdakwa pada saat menjabat sebagai ketua BPPN tahun 2004, tentunya tidak memenuhi bersyarat untuk tidak memenuhi peryaratan untuk dikatakan hapus kewenangan menuntut pidana terhadap diri terdakwa," papar anggota hakim Anwar.
Hakim juga menyatakan bahwa kedaluwarsa berdasarkan putusan MA dibagi menjadi kedaluwarsa dalam arti sempit, arti luas dan arti sangat luas. Selain itu, hakim juga menyingung bahwa di negara-negara lain bahwa penghapusan penuntutan dalam perkara besar telah dihapus.
ADVERTISEMENT
"Hapusnya batas waktu penuntutan di beberapa negara lain telah dihapus, seperti di Inggris dan Jerman, yaitu delik-delik ringan, seperi delik serius tetap dibiarkan terbuka bagi penututannya, tanpa batas waktu," imbuh hakim.
Hakim menyatakan seluruh keberatan Syafruddin ditolak, dan menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah sesuai untuk menjadi dasar dalam pemeriksaan ini. "Seluruh keberatan dan permohonannya harus tidak dapat diterima," kata hakim.
Syafruddin didakwa melakukan perbuatan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap BDNI. Perbuatan Syafruddin itu disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Atas perbuatannya, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT