Hawala, Pola Pencucian Uang yang Diduga Dilakukan Setnov

18 April 2018 6:13 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan kepala PPATK, Yunus Husein. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan kepala PPATK, Yunus Husein. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK menemukan adanya indikasi Setya Novanto melakukan upaya menyamarkan penerimaan uang terkait proyek e-KTP. Bahkan kemudian KPK menilai bahwa upaya tersebut bercita rasa seperti pencucian uang.
ADVERTISEMENT
Dalam surat tuntutan, KPK meyakini bahwa Setya Novanto menerima keuntungan sebesar 7,3 juta USD dari proyek e-KTP. Uang diduga diberikan secara berlapis dari rekanan proyek melalui sejumlah pihak yang menjadi perpanjangan tangan Setya Novanto, yakni sahabat dekatnya, Made Oka Masagung, dan melalui keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
KPK bahkan menyebut bahwa salah satu modus penerimaan yang dilakukan Setya Novanto itu mirip dengan pola 'Hawala' yang digunakan dalam tindak pidana pencucian uang.
Setya Novanto usai diperiksa KPK. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Setya Novanto usai diperiksa KPK. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK), Yunus Husein, menerangkan bahwa praktik pola 'Hawala' biasa terjadi di kawasan Timur Tengah. Metode ini membuat transaksi pengiriman dan penerimaan uang tidak terlacak otoritas keuangan setempat.
Ia menyebut bahwa memungkinkan adanya transaksi namun tidak ada perpindahan uang antar-negara. Menurut dia, pola ini melibatkan beberapa pihak. "Harus ada kerja sama dengan berbagai pihak. Minimal dua pihak, biasanya lebih," kata Yunus dalam keterangannya kepada kumparan (kumparan.com), Selasa (17/4).
ADVERTISEMENT
Biasanya, kata Yunus, metode ini dipakai pada pengiriman uang para pekerja imigran. Mereka mengirimkan uang kepada penerima melalui orang ketiga, atau yang biasa disebut halawadar.
Halawadar yang mereka pilih bukan orang sembarangan. Mereka memilih para halawadar yang sudah mereka kenal dan sudah sangat dipercaya. Setidaknya ada dua halawadar yang diperlukan dalam pola ini, yakni halawadar di tempat sang pengirim uang dan satu lagi di tempat penerima uang.
"Biasanya dari Timur Tengah, India, Pakistan, Bangladesh, biasanya antara si halawadar itu, di Uni Emirat Arab. Kenal dan biasanya ada hubungan saudara dengan orang yang halawadar yang di kampung halaman di imigran worker tadi, di Pakistan, Bangladesh misalkan," tutur Yunus.
Sidang pledoi Setya Novanto. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang pledoi Setya Novanto. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Metode halawadar membuat pihak penerima tidak mendapatkan uang langsung dari pengirim aslinya. Pengirim akan memberitahukan halawadarnya, untuk mengirimkan uang ke penerima. Sehingga, uang tersebut tidak berpindah tangan.
ADVERTISEMENT
Yunus mencontohkan, ada orang di Dubai yang akan mengirimkan uang kepada seseorang di Bangladesh. Nantinya, pengirim akan memberikan uang kepada halawadarnya di Dubai. Halawadar itu kemudian akan memberitahu rekannya sesama halawadar di Bangladesh. Nantinya uang yang sampai ke penerima adalah uang dari halawadar yang berada di Bangladesh.
"Nanti dari Dubai, halawadarnya memberi kabar yang di tempatnya di Bangladesh 'tolong itu bayar ke keluarga si A', misalkan. Nah, yang membayar itu adalah yang dari halawadar di Bangladesh itu. Jadi enggak ada cross border transaction," sambung dia.
Terkait Setya Novanto dalam kasus e-KTP, KPK menyebut bahwa yang dilakukan mantan Ketua DPR mirip dengan pola'hawala' tersebut. Hal tersebut terkait dengan pengiriman uang dari mantan Direktur PT Quadra Solusion Anang Sugiana Sudihardjo.
ADVERTISEMENT
Pada surat tuntutan, disebut bahwa Anang pernah mengirimkan uang sebesar 2 juta USD ke ke rekening milik Delta Energy PTE.LTD Singapura di Bank DBS Nomor Rekening 0003-007277-01-6-022. Perusahaan itu disebut milik Made Oka Masagung. Pemberian uang yang diduga bagian dari komitment fee itu disamarkan dengan cara pembuatan perjanjian penjualan sebesar 100 ribu saham milik Delta Energy PTE. LTD. di Neuraltus Pharmaceutical Incorporation suatu perusahaan yang berdiri berdasarkan hukum negara bagian Delaware, Amerika Serikat.
Setelah menerima uang tersebut, Made Oka kemudian mengirimkan sebagian di antaranya yakni 315 ribu USD kepada Irvanto. Namun uang yang kemudian ditukar terlebih dahulu ke dolar Singapura itu tidak langsung diberikan kepada Irvanto. Melainkan melalui rekan Irvanto yang bernama Muda Ikhsan Harahap.
Rilis kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rilis kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Uang dari Made Oka dikirim ke rekening milik Muda Ikhsan di Bank DBS yang berada di Singapura. Muda Ikhsan diminta Irvanto menarik uang tersebut dari bank di Singapura, lalu membawanya ke Jakarta.
ADVERTISEMENT
Uang pada akhirnya diserahkan kepada Irvanto. Namun KPK berkeyakinan bahwa uang itu ditujukan untuk Setya Novanto. Irvanto dinilai adalah perpanjangan tangan dari pamannya itu.
"Berdasarkan pola penarikan dan pemberian uang sebesar SGD 383,040 (tiga ratus delapan puluh tiga ribu empat puluh dolar Singapura) tersebut menurut penuntut umum identik dengan pola Hawala dalam tindak pidana pencucian uang. Di mana fakta ini juga memperkuat bahwasanya uang yang diterima oleh Made Oka Masagung adalah uang hasil kejahatan," bunyi petikan dalam tuntutan Setya Novanto.
"Penuntut umum berpendapat transaksi semacam itu pada dasarnya hanya bertujuan untuk memisahkan atau menjauhkan para pelakunya dari kejahatan yang menghasilkan 'dana kotor' tersebut, sehingga diharapkan kejahatan yang telah dilakukannya tidak dapat teridentifikasi," lanjut petikan tuntutan.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan pola penerimaan uang tersebut, Yunus menyebut bahwa metode 'hawala' bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk modus yang dilakukan koruptor. Dia juga tak menampik bila KPK bisa mengusut kemungkinan menjerat Setya Novanto dengan pencucian uang terkait hal tersebut.
"Ya nanti kalau ada upaya, tujuannya menyembunyikan transaksi uang ya bisa saja," kata dia.
Secara terpisah, juru bicara KPK Febri Diansyah mengaku pihaknya masih mempelajari dugaan TPPU yang dilakukan Setya Novanto. KPK menduga Setya Novanto sengaja menyamarkan transaksi penerimaan uang dengan pola hawala tersebut.
"Aspek TPPU sedang kami cermati dalam ksus ini. Untuk pola yang mirip hawala itu memang kita temukan saat tim telah memetakan alur transaksinya. Kami duga pola itu digunakan untuk menyamarkan tujuan sebenarnya," ujar Febri.
ADVERTISEMENT