Hubungan Habibie dan Soeharto: dari Sahabat hingga Cap Pengkhianat
ADVERTISEMENT
Tak ada nama Bacharuddin Jusuf Habibie dalam buku ‘Pak Harto: The Untold Stories’ (2011). Buku yang diterbitkan Keluarga Cendana itu berisi tulisan orang-orang terdekat Soeharto.
ADVERTISEMENT
Semestinya, Habibie adalah orang terdekat. Ia merupakan wakil dari presiden yang pernah berkuasa selama 32 tahun. Namun kenyataanya, Habibie justru tak dianggap ada sama sekali.
Tak dianggapnya Habibie dalam kehidupan Soeharto dimulai sejak awal reformasi. Habibie bahkan mengakui bahwa sikap Soeharto berubah dingin saat dirinya dilantik sebagai Presiden pada sejak 21 Mei 1998. Kisahnya itu ia rangkum dalam otobiografinya berjudul ‘Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi’ (2006).
“Saya tercengang melihat Pak Harto, melewati saya terus melangkah ke ruang upacara dan ‘melecehkan’ keberadaan saya di depan semua yang hadir,” tulis Habibie dalam bukunya.
Menurut Habibie, Soeharto telah mencapnya sebagai 'pengkhianat'. Kala itu, Soeharto berpandangan bahwa seharusnya Habibie turut mundur sebagai wapres saat dirinya mengundurkan diri.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, Habibie justru seolah-olah bersikap berseberangan. Habibie tak mundur lantaran ia berpegang teguh pada konstitusi. Bahwa jika seorang presiden mundur, maka wakilnya yang harus menggantikan posisinya.
Habibie saat itu baru menjabat sebagai wapres selama enam bulan. Hal itulah yang membuat Soeharto berang dan memendam rasa tak suka kepada Habibie.
"Presiden sangsi apakah wapres dapat melanjutkan tugas-tugasnya," kata Habibie.
Rasa tak suka itu terus tumbuh bahkan menjelang akhir hayat Soeharto. Ia tak mengizinkan Habibie untuk datang menjenguk ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) pada 15 Januari 2008.
Kala itu, Habibie dan istrinya, Ainun, datang jauh-jauh dari Jerman untuk menemui Soeharto. Namun, mereka ditolak oleh ajudan Soeharto saat berada di lift. Akhirnya, Habibie memutuskan untuk kembali ke bandara dan terbang ke Jerman.
Padahal jauh sebelum itu, Habibie adalah ‘Anak emas’ Soeharto. Sejumlah posisi strategis pernah diberikan Soeharto kepada Habibie. Soeharto sedemikian percayanya terhadap sosok Habibie.
ADVERTISEMENT
Dalam otobiografi itu, disebutkan bahwa Soeharto yang langsung memintanya pulang ke Indonesia. Pada tahun 1973, Soeharto yang secara khusus memintanya untuk pulang dari Jerman untuk berbakti ke Tanah Air.
Habibie kemudian diangkat menjadi Menteri Riset dan Teknologi sejak 1978 hingga Maret 1998. Setelah itu, Soeharto mengangkatnya sebagai wakil presiden, hingga akhirnya jadi presiden.
Kini, Habibie telah tiada. Hubungannya dengan Soeharto akan dikenang sebagai cerita drama perpolitikan Indonesia yang tak akan dilupakan untuk waktu yang lama.
ADVERTISEMENT