Hukuman Diperberat, Andi Narogong Kasasi ke Mahkamah Agung

8 Mei 2018 16:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Andi Narogong (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Andi Narogong (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Terdakwa kasus korupsi e-KTP Andi Narogong mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi DKI ke Mahkamah Agung. Pihak KPK pun mengajukan kasasi terhadap vonis atas pengusaha rekanan proyek e-KTP ini.
ADVERTISEMENT
"Tanggal 17 April 2018 lalu telah mendaftarkan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi tersebut," kata juru bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangannya, Selasa (8/5).
Terkait kasus e-KTP, Andi Narogong sebelumnya divonis 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Vonis itu sesuai dengan tuntutan dari penuntut umum KPK. KPK juga mengabulkan permohonan status justice collaborator (JC) Andi.
Namun pada tahap banding, hukuman Andi Narogong diperberat. Hukuman pidana Andi Narogong menjadi 11 tahun penjara.
Febri menyebut bahwa salah satu poin yang termuat dalam kasasi terhadap Andi Narogong adalah soal JC tersebut. "Kasasi ini penting diajukan karena KPK berharap posisi Andi Agustinus sebagai JC lebih dipertimbangkan secara adil," ujar Febri.
Febri mengungkapkan, sejauh ini, keterangan yang disampaikan Andi selama di persidangan cukup signifikan dalam membantu mengungkap megakorupsi proyek e-KTP. Khususnya, mengungkap aliran dana yang diterima mantan Ketua DPR Setya Novanto yang kini divonis 15 tahun bui.
ADVERTISEMENT
KPK menilai bahwa posisi Andi sebagai JC seharusnya turut dihargai dan diperhitungkan hakim dalam menjatuhkan hukuman. Terlebih dalam kasus-kasus korupsi yang kompleks dan bersifat transnasional, peran JC untuk mengungkap skandal-skandal besar dan melibatkan aktor kelas atas, sangatlah penting.
"Konsepsi ini tidak hanya diakui di hukum nasional kita di Indonesia, sejumlah konvensi internasional juga menganut prinsip tersebut," tutur Febri.
Pertimbangan lain, lanjut Febri, adalah terkait penggunaan Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi oleh hakim. KPK memandang bahwa seharusnya pasal yang digunakan untuk menjerat Andi, adalah Pasal 3 UU Tipikor.
Mengingat, Setya Novanto dan dua eks Pegawai Kementerian Dalam Negeri yang juga menjadi terpidana, Irman dan Sugiharto, juga terbukti bersalah secara bersama-sama melanggar Pasal 3 UU Tipikor.
ADVERTISEMENT
Pasal 3 mengatur tentang perbuatan setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, sehingga menyalahgunakan kewenangan dalam jabatannya.
"Sehingga, KPK berharap putusan MA nantinya benar-benar sesuai dengan rasa keadilan, baik terhadap masyarakat ataupun dalam posisi terdakwa sebagai JC," imbuh Febri.
Jubir KPK Febri diansyah (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jubir KPK Febri diansyah (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Di tingkat banding, Andi dihukum tetap harus membayar uang pengganti sebesar USD 2,5 juta dan Rp 1,168 miliar. Penggantian uang tersebut telah dikurangi oleh uang yang dititipkan Andi ke KPK sebesar USD 350 ribu. Jika Andi tidak bisa membayar uang pengganti, ia bisa dipenjara selama 3 tahun.
Terkait kasus ini, Andi dinilai terbukti mengatur dan mengarahkan untuk memenangkan perusahaan tertentu dalam lelang proyek pengadaan e-KTP.
ADVERTISEMENT
Andi bersama Setya Novanto, Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni beserta Dirjen Dukcapil Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Sugiharto dan Ketua Tim Teknis Drajat Wisnu Setiawan menginisiasi sejumlah pertemuan dan pembahasan terkait proyek e-KTP.
Andi juga diyakini memanfaatkan posisinya sebagai pemilik dari sejumlah perusahaan untuk menyalahgunakan wewenangnya dalam bentuk menginisiasi sejumlah pertemuan guna melakukan pembahasan terkait proyek e-KTP.
Tak hanya itu, Andi pun dinilai juga telah menyalahgunakan kewenangan Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Golkar saat itu guna memuluskan pembahasan anggaran proyek e-KTP di DPR.