Hutan Rusak, Ekosistem Leuser Terancam Hilang

23 Juli 2018 15:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hutan Leuser, Aceh (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Hutan Leuser, Aceh (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Kerusakan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Aceh tidak terbendung. Alih fungsi lahan dan perambahan terus-menerus terjadi. Pembukaan jalan menjadi pemicu utama kerusakan hutan dimulai.
ADVERTISEMENT
Hasil data monitoring Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dari citra satelit, terhitung periode Januari sampai Juni 2018 adanya peningkatan kasus perambahan dan illegal logging di dalam KEL.
“Kerusakan hutan hasil monitoring dari citra satelit meliputi seluruh provinsi Aceh dan ground checking temuan lapangan kerusakan hutan di dalam KEL untuk periode Januari sampai Juni 2018 ini mencapai sebesar 3.290 hektare,” kata GIS Manager Yayasa HAkA, Agung Dwinurcahya, Senin (23/7) saat memaparkan hasil temuan mereka di lapangan.
Meski demikian, kata Agung, angka tersebut relatif menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu 3.780 ha, tapi meningkat sedikit dibandingkan periode Juli Desember 2017. Deforestasi pada periode itu hanya 3.095 hektare.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain HAkA juga memonitor titik api menggunakan data dari NASA (satelit VIIRS dan MODIS). Untuk semester pertama 2018, titik api di Aceh terdeteksi sebanyak 688 titik. Satelit VIIRS yang lebih sensitif mendeteksi api lebih banyak bersejumlah 602 titik sedangkan MODIS (resolusi 1 km) hanya mendeteksi sebanyak 86 titik api.
“Areal Penggunaan Lain (APL) menjadi area yang paling banyak terdeteksi api yaitu 440 titik api, sedangkan Hutan Produksi menduduki nomor 2, yaitu sebanyak 100 titik api dan nomor 3 adalah Suaka Margasatwa sebanyak 66 titik api,” tutur Agung.
Hasil data monitoring Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) terhadap kondisi hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) periode Januari – Juni 2018 menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dari citra satelit. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hasil data monitoring Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) terhadap kondisi hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) periode Januari – Juni 2018 menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dari citra satelit. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Kawasan fungsi hutan yang mengalami penghancuran hutannya terburuk adalah hutan lindung seluas 615 hektare, hutan produksi 525 hektare, dan Taman Nasional Gunung Leuseur 368 hektare. Gayo Lues menjadi kabupaten yang kawasan fungsi hutannya mengalami kerusakan terparah yaitu 433 hektare, disusul Aceh Timur 290 hektare, dan Aceh Tenggara 222 hektare.
ADVERTISEMENT
“Total kerusakan hutan di kawasan KEL seluas 1.891 hektare, dan yang tersisa hanya 1,8 juta hektare dari luas KEL Aceh 2.255.577 hektare atau 40 persen wilayah Aceh,” tutur Agung.
Dari hasil temuan tersebut, Agung berharap, pemerintah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan seluruh komponen masyarakat mau lebih menjaga hutan terutama di dalam KEL, karena merupakan sumber air bagi rakyat Aceh dan juga berjasa untuk mitigasi bencana.
Selain itu, kepada masyarakat diharapkan agar berhati-hati ketika membuka jalan baru karena hal ini merupakan salah satu pemicu terjadinya kerusakan hutan.
“Deforestasi di dalam kawasan hutan Aceh, khususnya KEL harus terus ditekan demi masa depan generasi masyarakat Aceh dan dunia ke depan, begitu juga dengan pembukaan jalan, berharap ada perencanaan dan model bagaimana bentuk jalan itu dibangun,” pungkasnya.
Hasil data monitoring Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) terhadap kondisi hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) periode Januari – Juni 2018 menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dari citra satelit. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hasil data monitoring Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) terhadap kondisi hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) periode Januari – Juni 2018 menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dari citra satelit. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Sementara itu, Koordinator Monitoring Forum Konservasi Leuser (FKL), Tezar Pahlevie, menyampaikan hasil data ground checking oleh 12 tim monitoring di 13 Kabupaten dalam KEL, terdapat 1.892 kasus aktivitas pembalakan liar, perambahan liar, dan akses jalan atau pembukaan jalan baru.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, temuan 24 Tim Patroli Satwa Liar yang aktif berpatroli di 11 kabupaten dalam KEL mencatat kabupaten Aceh Tamiang dan kabupaten Aceh Selatan, sebagai kabupaten dengan total kasus perambahan dan pembalakan liar terbanyak. Pada semester pertama 2018 ada 319 kasus.
“Jumlah aktivitas pembalakan liar terbanyak terjadi di Kabupaten Aceh Timur yaitu mencapai 619,8 meter kubik. Sedangkan jumlah aktivitas perambahan terluas terjadi di kabupaten Aceh Tamiang yaitu 873 hektare. Dan untuk di dalam kawasan Leuser, pembangunan jalan baru kita mencatat sebanyak 1055 km,” pungkasnya.
Sementara untuk kasus perburuan Satwa Liar, FKL menemukan awal 2018 terdapat 389 kasus perburuan dengan 497 jerat untuk satwa landak, rusa, kijang, beruang, dan gajah yang disita atau dimusnahkan.
ADVERTISEMENT
“Pada periode ini sebanyak 61 satwa ditemukan mati akibat perburuan atau mati alami. Paling sedikit seekor gajah dan seekor harimau mati diburu di Kawasan Ekosistem Leuser,” tambah tezar.