Ibu Nis, Pejuang Kanker Payudara di Sragen yang Disebut Sandi di Debat

18 Maret 2019 18:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyitas kanker payudara di Sragen, Jateng, Niswatin Naimah (tengah). Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penyitas kanker payudara di Sragen, Jateng, Niswatin Naimah (tengah). Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang emak bernama Niswatin Naimah, warga Sragen, Jawa Tengah, membenarkan telah menyampaikan keluhan soal BPJS Kesehatan kepada cawapres nomor 02 Sandiaga Uno. Keluhan itu disampaikan saat Sandi menggelar pertemuan dengan warga di Pasar Bunder, Sragen, pada 30 Desember 2018.
ADVERTISEMENT
Niswatin merupakan penyintas kanker payudara yang disebut Sandi dalam debat ketiga Pilpres 2019. Ia tak menyangka Sandi masih mengingat aspirasinya. Meski, ia meluruskan namanya bukan Lies Sugiyarti seperti yang diucapkan Sandi.
"Yah benar, saya menyampaikan aspirasi soal BPJS kesehatan pada Sandiaga saat berkunjung di Pasar Bunder akhir tahun lalu," ujar Naimah di Sragen, Senin (18/3).
Dia menjelaskan saat bertemu dengan Sandi, dirinya tengah menderita penyakit kanker payudara stadium dua. Penyakit ini sangat mematikan sehingga harus berobat ke dokter menggunakan layaanan BPJS kesehatan.
"Ternyata ada kebijakan baru yang berlaku per tanggal 1 April 2018 kalau penyakit kanker payudara yang dicover BPJS, stadiumnya harus lebih dari dua. Saya kurang tahu adanya kebijakan itu," kata dia.
ADVERTISEMENT
Sebelum kebijakan berubah, lanjut dia, untuk biaya operasi serta kemoterapi sebanyak tujuh kali biayanya ditanggung BPJS.
"Saya juga diminta dokter agar disuntik obat anti-HER2 (trastuzumab) sebanyak delapan kali ke dalam tubuh untuk mematikan kanker. Biaya sekali suntikan sangat mahal senilai Rp 15 juta," kata dia.
Penyitas kanker payudara di Sragen, Jateng, Niswatin Naimah (tengah). Foto: kumparan
Mahalnya biaya suntikan itu membuat guru honorer di SMKN 1 Muhammadiyah Sragen itu berhenti. Padahal suntikan senilai Rp 15 juta menurutnya diperlukan sampai 9 Oktober mendatang.
"Dari mana saya dapat uang senilai Rp 15 juta untuk sekali suntik obat itu?" kata Niswatin.
Oleh karena itu, kini ia hanya melakukan kontrol ke dokter dan menjalani kemoterapi sesuai yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Niswatin kemudian berharap aspirasi yang disampaikan kepada Sandi dapat ditindaklanjuti jika terpilih dalam Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
"Saya menyampaikan aspirasi ini juga bertujuan memperjuangkan nasib penderita kanker payudara lainnya. Kasus ini pastinya banyak terjadi di daerah lain. Perbaikan pelayanan BPJS Kesehatan harus dilakukan," tegas Niswatin.
Ilustrasi BPJS Kesehatan. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Sragen Hargiyanto menegaskan pasien Niswatin kini masih menjalani perawatan sebulan sekali di RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen. Hanya saja, Niswatin tak dapat menerima suntikan trastuzumab karena terganjal Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 22 tahun 2018 mengenai penggunaan obat  trastuzumab herceptin.
"Aturan baru Permenkes itu mulai diberlakukan semua rumah sakit per tanggal 1 April 2018. Kami pun sudah melakukan sosialisasi ke pasien di puskesmas dan rumah sakit," ujar Hargiyanto secara terpisah di Sragen.
Menurutnya, BPJS Kesehatan sebenarnya tidak menghapuskan penggunaan obat itu untuk pasien kanker payudara. Namun, ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi pasien.
ADVERTISEMENT
"Pasien (Niswatin) masih belum masuk persyaratan yang dimaksud dalam Permenkes itu. Dokter pun tak berani keluarkan resep obat trastuzumab herceptin," kata dia.
Dia menjelaskan obat itu masuk kategori khusus. Penggunaan obat ini juga ada petunjuk teknisnya. Ia pun membenarkan obat ini harganya belasan juta.
"Dokter dan rumah sakit tidak berani keluarkan resep obat ini karena takut melanggar Permenkes. Soal curhatan pasien ke Sandiaga itu wajar karena pasien pastinya ingin segera dapat obat agar cepat sembuh," papar Hargiyanto.
Cawapres no urut 02 Sandiaga Uno. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sandi saat berhadapan dengan cawapres 01 Ma'ruf Amin di debat ketiga Pilpres 2019 sebelumnya mengaku akan membenahi sistem dalam BPJS Kesehatan. Sandi mengambil contoh dari kisah Ibu Lis (Niswatin) yang menurutnya tidak bisa ditolelir lagi.
ADVERTISEMENT
"Kisah yang dihadapi Ibu Lis di mana program pengobatannhya harus berhenti karena tidak di-cover BPJS itu tidak boleh lagi ditolerir. Indonesia apalagi akan jadi negara yang ekonominya 5 terbesar di dunia di tahun 2045. Kita harus hadirkan pelayanan kesehatan yang prima. kuncinya adalah pembenahan, jangan saling menyalahkan," kata Sandi di lokasi debat, Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Minggu (17/3).
"Saya ingin mengingatkan kita, JKN di bawah Prabowo-Sandi akan diteruskan, BPJS akan disempurnakan. Kita akan panggil, aktuari-aktuari terbaik dari Hongkong, putra-putra terbaik bangsa kita pernah ketemu," ujarnya.