ICW: KPK Akan Menjadi Komisi Pencegahan Korupsi Bila RKUHP Disahkan

8 Maret 2018 17:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi di ICW. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi di ICW. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
ADVERTISEMENT
ICW menilai delik korupsi yang terdapat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengancam kewenangan KPK dalam upaya memberantas korupsi. Kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dinilai akan hilang dengan disahkannya RKUHP.
ADVERTISEMENT
"Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam UU KPK tidak lagi berlaku jika RKUHP disahkan. Artinya KPK tidak lagi berwenang untuk menindak kasus korupsi yang diatur dalam KUHP. Pada akhirnya, KPK hanya akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi karena tidak dapat melakukan penindakan dan penuntutan," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S. Langkun di Kantor ICW, Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Kamis (8/3).
Tama mengatakan bahwa delik korupsi turut masuk dalam RKUHP yakni dalam Pasal 687-696. Menurut dia, ada setidaknya enam pasal serupa dengan pasal di UU Tipikor, yakni Pasal 2, 3, 5, 11, dan 12. Pasal tersebut mengadopsi langsung KUHP.
Tama menyebut bahwa KPK hanya berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU KPK yang berbunyi: "Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi".
ADVERTISEMENT
Bila RKUHP disahkan, maka dinilai bahwa KPK nantinya akan kehilangan kewenangannya. Lembaga antirasuah itu nantinya hanya bisa menangani tindak pidana korupsi yang kemudian tidak diatur dalam RKUHP.
Menurut Tama, kewenangan KPK tersebut akan beralih kepada kejaksaan dan kepolisian. "Karena kedua institusi ini dapat menangani kasus korupsi yang diatur selain dalam UU Tipikor," kata Tama.
Tama menilai bahwa upaya memasukkan delik korupsi ke dalam RKUHP merupakan langkah mundur dan ancaman serius bagi upaya pemberantasan korupsi. Bahkan kemudian ia menilai bahwa hal ini merupakan upaya kompromi terhadap koruptor.
"Meski pemerintah dan DPR kerap berdalih bahwa jika RKUHP disahkan tidak akan mengganggu kerja KPK, namun kenyataannya justru dapat sebaliknya," ujar Tama.