ICW Usul Penyelenggara Negara yang Tak Lapor LHKPN ke KPK Dipecat

14 April 2019 15:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers Indonesian Corruption Watch (ICW) Soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Kantor ICW. Foto: Adim Mugni/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers Indonesian Corruption Watch (ICW) Soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Kantor ICW. Foto: Adim Mugni/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong agar penyelenggara negara yang tidak patuh melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK diberikan sanksi berat.
ADVERTISEMENT
Menurut Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Kurnia Ramadhana, pelaporan LHKPN telah diatur dalam Undang-Undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, untuk sanksi masih terasa ringan apabila merujuk pada peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2017, Pasal 21. Di sana disebutkan apabila yang tidak melapor maka KPK merekomendasikan agar pimpinan lembaga atau instansi itu memberikan sanksi administratif.
"DPR dan pemerintah harus mengatur lebih jauh tentang sanksi pemidanaan bagi orang-orang yang abai dalam melaporkan LHKPN," kata Kurnia di kantornya, di Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (14/4).
Menurutnya, perlu ada revisi peraturan yang mengatur tentang LHKPN agar sanksi lebih berat. Dia mencontohkan sanksi bagi yang tidak melapor LHKPN, seperti penundaan gaji dan pemecatan.
Konferensi Pers Indonesian Corruption Watch (ICW) Soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Kantor ICW. Foto: Adim Mugni/kumparan
"Sanksi kepada penyelenggara yang tidak patuh melaporkan LHKPN, perlu ada sanksi administrasi yang tegas, misalnya penundaan gaji, penundaan promosi jabatan atau bahkan yang ekstrem bisa dibuat sanksi yang mengatur soal pemecatan," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Kurnia menyatakan perlu juga diatur mengenai sanksi bagi para pelapor LHKPN yang melaporkan dengan data palsu."Bagaimana menghukum orang-orang yang sudah melaporkan LHKPN tapi tidak jujur dalam melaporkan harta kekayaannya," ujarnya.
Peneliti ICW, Dewi Anggraeni menambahkan, anggota DPR menjadi lembaga yang tidak patuh dalam pelaporan LHKPN. Menurutnya, hal itu ironi karena anggota DPR yang membuat aturan mengenai laporan kekayaan.
"Nah kalau kami hari ini, menyoroti yang belum melaporkan, khusus untuk legislatif," katanya.
Berikut data lengkap yang dikeluarkan KPK untuk kepatuhan penyampaian LHKPN per 31 Maret:
1. Eksekutif, Wajib lapor: 269.380; Sudah lapor: 202.303; Belum lapor: 67.451; persentase pelaporan: 74,96%.
2. Yudikatif, Wajib lapor: 23.721; Sudah lapor: 14.473; Belum lapor: 9.232; persentase pelaporan: 61,01%.
ADVERTISEMENT
3. Legislatif-MPR, Wajib lapor: 8; Sudah lapor: 6; Belum lapor: 2; persentase pelaporan: 75,00%.
4. Legislatif-DPR, Wajib lapor: 554; Sudah lapor: 312; Belum lapor: 242; persentase pelaporan: 56,32%.
5. Legislatif-DPD, Wajib lapor: 132; Sudah lapor: 100; Belum lapor: 32; persentase pelaporan: 75,76%.
6. Legislatif-DPRD, Wajib lapor: 17.644; Sudah lapor: 10.634; Belum lapor: 7.010; persentase pelaporan: 60,27%.
7. Pemilu legislatif DPR-RI, Wajib lapor: 573; Sudah lapor: 85; Belum lapor: 488; persentase pelaporan: 14,83%.
8. Pemilu legislatif DPD-RI, Wajib lapor: 697; Sudah lapor: 551; Belum lapor: 146; persentase pelaporan: 79,05%.
9. Pemilu legislatif DPRD, Wajib lapor: 7.952; Sudah lapor: 3.140; Belum lapor: 4.812; persentase pelaporan: 39,49%.
10. BUMN/BUMD, Wajib lapor: 28.380; Sudah lapor: 25.327; Belum lapor: 3.053; persentase pelaporan: 89,24%.
ADVERTISEMENT