news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Imparsial: Isu LGBT hingga Komunis Jadi Propaganda di Pilkada

28 Maret 2018 17:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Al Araf, Pengamat Militer (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Al Araf, Pengamat Militer (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ujaran kebencian diprediksi kembali menjadi alat politik dalam Pilkada 2018. Kelompok minoritas seperti LGBT dan Ahmadiyah kemungkinan menjadi sasarannya.
ADVERTISEMENT
Direktur Imparsial Al Araf menyebutkan, beberapa kandidat masih menggunakan ujaran kebencian sebagai strategi politik. Prediksi itu dilontarkannya setelah melihat tren yang berlangsung dalam beberapa pemilihan kepala daerah pada 2017 dan perkembangan situasi politik belakangan ini.
"Hal ini juga menjadi sesuatu yang dikawatirkan. Siapa yang akan menjadi target dan korban. Yaitu kelompok minoritas, isu-isu Ahmadiyah dan LGBT," kata Al Araf di Universitas Paramadina, Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (28/3).
Selain LGBT dan Ahmadiyah, tudingan komunis untuk kelompok tertentu kemungkinan dimanfaatkan lagi selama pilkada 2018. "Ideologi komunisme itu digunakan sebagai suatu isu-isu yang terus direproduksi dalam propaganda kebencian," sebutnya.
Kemungkinan kelompok minoritas kembali jadi bahan politik untuk memenangkan calon tertentu diharapkan Al Araf diantisipasi pemerintah. Pembiaran ada penggunaan politik yang menyerang identitas, khususnya minoritas dianggapnya bisa meluas hingga tidak bisa lagi dikendalikan.
ADVERTISEMENT
"Persoalan ini dalam level tertentu kalau tidak diantisipasi dengan dini dia akan menjadi lahan subur untuk terciptanya ujaran kebencian. Di banyak negara apa yang terjadi di Rwanda, Serbia, itu berasal dari propaganda kebencian dalam pertarungan politik kekuasaan," jelasnya.
Araf menilai regulasi hukum di Indonesia untuk menangani ujaran kebencian masih lemah. Sebab, belum terdapat aturan detail yang bisa menanggulangi ujaran kebencian.
"Indonesia memiliki kelemahan regulasi tentang ujaran kebencian. KUHP yang mengatur tentang ujaran kebencian yang terdapat dalam pasal 156-157 ataupun di UU ITE pasal 28 itu aturannya masih umum dan belum digit," urai dia.
Dengan masih lemahnya aturan hukum tersebut. Araf berharap penanganan ujaran kebencian bisa lebih sistematis, dan jangan melupakan aspek preventif (pencegahan).
ADVERTISEMENT
"Kita berharap agar penanganan ujaran kebencian ini dilakukan dari hulu ke hilir. Kita selama ini mengedepankan aspek penegakan hukum, aspek preventifnya belum cukup kuat. Pendidikan mengajarkan pesan toleransi, dialog antara tokoh agama dimaksimalkan," tutup dia.