Intimidasi di Car Free Day: Menjaga Demokrasi dari Perpecahan Dini

30 April 2018 9:27 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi #2019GantiPresiden di CFD (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi #2019GantiPresiden di CFD (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Car Free Day pada Minggu (29/4) berubah wajah dari ruang rekreasi menjadi medan politik. Dua kelompok massa datang ke kawasan Bunderan HI, Jakarta Pusat, mengenakan kaus #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja mewakili simbol politik yang kental dengan nuansa Pilpres.
ADVERTISEMENT
Hari itu, ratusan massa #2019GantiPresiden melakukan long march di tengah hiruk pikuk CFD. Mereka meneriakkan yel-yel sambil membawa spanduk besar ketika memutari Bundaran HI hingga Sarinah.
Kelompok ini kemudian bertemu dengan massa #DiaSibukKerja yang kebetulan tengah menggelar acara jalan sehat sekaligus menunjukkan dukungan kepada Presiden Joko Widodo.
Kedua kelompok akhirnya bertemu di depan Bunderan HI. Tak pelak, keduanya saling sindir satu sama lain.
Massa #2019GantiPresiden meneriakkan sejumlah yel-yel yang provokatif. “Kerjanya bohong, kerjanya bohong, 2019 ganti Presiden!” tambah massa #2019GantiPresiden.
Seakan tak mau kalah, peserta jalan sehat berkaus #DiaSibukKerja ini juga meneriakkan yel-yel dukungan untuk Presiden Joko Widodo. “Jokowi Presidenku, Jokowi Presidenku,” ucap massa #DiaSibukKerja.
Saling sindir meski berlangsung riuh tak menimbulkan gesekan, bahkan kekerasan. Sayang, perdamaian tak berlangsung sebuah insiden menimpa salah satu anggota kelompok #DiaSibukKerja.
ADVERTISEMENT
Sebuah video beredar luas menunjukkan seorang ibu bernama Susi Ferawati diintimidasi ketika melintas di tengah massa #2019GantiPresiden. Beberapa oknum massa itu meneriakki ke arah ibu dan oknum lainnya menyodorkan lembaran uang.
Ferawati tampak tak gentar dengan provokasi. "Kita enggak takut ya, kita benar. Kita enggak pernah takut. Masyaallah kalian ini. Masyaallah. Ibu-ibu kalian beginikan?" teriak Ibu berkacamata hitam itu.
Banjir Kecaman Sana-sini
Korban intimidasi Massa #2019GantiPresiden. (Foto: Facebook/Susi Ferawati)
zoom-in-whitePerbesar
Korban intimidasi Massa #2019GantiPresiden. (Foto: Facebook/Susi Ferawati)
Perilaku intimidatif yang diterima ibu dan putranya memantik kecaman. Elite politik, baik dari kubu pendukung Presiden Jokowi dan oposisi, tampak menunjukkan ekspresi penyesalan atas insiden ini. Mereka sepakat, persaingan politik tak boleh menimbulkan korban.
Protes paling keras jelas datang dari politisi pendukung Jokowi. Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia, Muhammad Guntur Romli, mengecam insiden ini. "Ini pelecehan terhadap perempuan dan intimidasi" kata Guntur Romli.
ADVERTISEMENT
Politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, menyayangkan bahwa intimidasi berlatar persaingan politik terjadi di CFD.
"Car free day bukan hanya bebas dari kendaraan bermotor. Car free day harus bebas dari aksi kelompok yang menciptakan ketakutan melalui aksi-aksi intimidasi dan persekusi," tandas Politikus PDIP, Masinton.
Keprihatinan juga muncul dari kubu PKS. Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, ikut menyayangkan peristiwa ini. Pencetus tagar #2019GantiPresiden mengaku akan membuat panduan bagi relawan yang berminat ikut gerakan #2019GantiPresiden. "Nanti saya akan membuat video pendek untuk menjelaskan," jelasnya.
Tidak Cukup dengan Keprihatinan
Meski Pemilu 2019 masih setahun lagi, pertarungan politik antar kubu telah muncul secara prematur sebagaimana yang terjadi di CFD. Pemakaian simbol-simbol politis telah berserak di sosial media dan ruang publik.
ADVERTISEMENT
Melihat kasus CFD, Bawaslu mengatakan harus ditangani penegak hukum. "Kami meminta kepada pihak kepolisian untuk segera melakukan tindakan yang harus dilakukan terhadap proses persekusi atas orang-orang yang memiliki pandangan politik berbeda," ucap Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, akan memulai langkah menertibkan CFD dari ornamen politik. Sandi menganggap CFD adalah ruang rekreasi untuk olahraga dan pertunjukan budaya.
“Yang mau jual kaus sih boleh kalau jual kaus. Tapi jual kaus yang jangan provokatif, yang sesuai dengan kreativitas. Tentunya tahun politik boleh juga jual kreativitas, dan jual pernak-pernik yang bangkitkan ekonomi sih boleh,” kata Sandi.
Masalahnya, kampanye prematur akan semakin sengit ketika mendekati Pilpres 2019. Meningkatnya intensitas kampanye dini tidak diimbangi dengan regulasi.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mengatakan bahwa masalah sebenarnya adalah kekosongan peraturan pemilu. UU Pemilu hanya mengatur aktivitas kampanye setelah penetapan kandidat pemilu. Sehingga, lembaga penyelenggara pemilu tidak dapat mengontrol aktivitas kampanye dini seperti yang terjadi di CFD.
Titi meminta setiap lembaga yang berkaitan dengan pemilu sama-sama membicarakan maraknya kampanye dini. “Jadi saya kira penyelenggara pemilu dan insititusi negara terkait perlu duduk bersama untuk mengatur kekosongan hukum ini sehingga tidak terjadi benturan antar pemilih atau kelompok.”