Isi Surat Setia pada Pancasila dan NKRI, Syarat Bebas Napi Terorisme

29 Januari 2019 13:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tahanan. (Foto: Shutter stock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan. (Foto: Shutter stock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Polemik pembebasan narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir sempat menjadi sorotan beberapa waktu lalu. Abu Bakar Ba'asyir yang sedang menjalani masa pidana 15 tahun penjara itu disebut bisa mendapatkan Pembebasan Bersyarat.
ADVERTISEMENT
Namun ada syarat yang harus dipenuhi oleh Abu Bakar Ba'asyir. Salah satunya adalah meneken surat pernyataan Ikrar Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Lantas, seperti apakah surat pernyataan yang dimaksud?
Berdasarkan dokumen yang diterima kumparan, surat pernyataan itu memuat isian yang harus diisi oleh warga binaan. Mulai dari identitas pribadi warga binaan seperti nama dan tanggal lahir hingga tindak pidana yang dilakukan serta lama menjalani hukuman pidana.
Setelah isian mengenai identitas, terdapat 3 poin pernyataan sikap yang harus dipatuhi warga binaan yang berbunyi:
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Menyadari dan menyesali sepenuhnya perbuatan yang pernah saya lakukan dan berjanji tidak mengulangi lagi perbuatan yang melanggar hukum.
2. Setia dan taat kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Patuh dan tunduk kepada Pemerintah Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada bagian paling bawah, terdapat kolom yang harus ditandatangani oleh warga binaan di atas materai. Terdapat juga kolom tanda tangan untuk satu orang saksi serta Kalapas tempat warga binaan tersebut ditahan.
Contoh surat pernyataan ikrar kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Contoh surat pernyataan ikrar kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Foto: Dok. Istimewa)
kumparan sudah mencoba mengkonfirmasi mengenai surat pernyataan tersebut kepada pihak Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, tapi belum mendapat balasan.
Perkara ini berawal ketika Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan bahwa ia berhasil meyakinkan Presiden Joko Widodo untuk membebaskan Ustad Abu Bakar Ba'asyir dari LP Teroris Gunung Sindur, Bogor. Salah satu alasan pembebasan itu adalah pertimbangan kemanusiaan. Ba'asyir telah berusia 81 tahun dan kesehatannya kian menurun.
Abu Bakar Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Abu Bakar Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur (Foto: Dok. Istimewa)
Sementara Jokowi beralasan bahwa keputusan pembebasan Ba’asyir telah mempertimbangkan berbagai masukan, mulai dari faktor keamanan hingga kemanusiaan. Alasan kesehatan Ba’asyir di usia tua menjadi faktor kuat yang meyakinkan bagi Jokowi.
ADVERTISEMENT
"Ya, yang pertama memang alasan kemanusiaan. Sepertinya beliau, 'kan, sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan," kata Jokowi usai meninjau Rusun Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah di Garut, seperti dilansir Antara, Sabtu (19/1).
Menkopolhukam Wiranto menambahkan bahwa keluarga Abu Bakar Ba'asyir sudah mengajukan permohonan untuk pembebasan sejak 2017. Pengajuan pembebasan dari pihak keluarga itu menyertakan beberapa pertimbangan. Di antaranya, pertimbangan usia yang sudah lanjut dan kesehatan yang semakin memburuk.
Keputusan Jokowi itu menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak hingga akhirnya menjadi polemik. Secara terpisah, pihak keluarga juga sudah mempersiapkan kebebasan Abu Bakar Ba'asyir.
Belakangan, pembebasan Abu Bakar Ba'asyir kemudian tertunda. Menkumham Yasonna Laoly menyebut hingga saat ini belum ada penandatanganan surat bebas untuk Abu Bakar Ba'asyir. Sebab, menurut Yasonna, masih ada sejumlah persyaratan fundamental yang belum dipenuhi oleh pihak Ba'asyir.
ADVERTISEMENT
Pembebasan bersyarat seorang narapidana telah diatur dalam peraturan terbaru, yakni Peraturan Menteri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018. Dalam Pasal 84 peraturan terbaru tersebut diatur bahwa untuk narapidana kasus terorisme, ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi untuk mendapatkan bebas bersyarat, yakni:
a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan;
c. telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani; dan
d. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar:
ADVERTISEMENT
1. kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana warga negara Indonesia; atau
2. tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana warga negara asing.
Salah satu syarat yang dimaksud Yasonna adalah penandatanganan surat setia terhadap Pancasila dan NKRI. Untuk itu, saat ini Kemenkumham dan kementerian terkait masih melakukan pembahasan intensif terkait pembebasan Ba'asyir.
Namun putra Abu Bakar Ba'asyir, Abdul Rochim, menegaskan bahwa ayahnya mengaku tidak pernah dimintai tanda tangan surat setia kepada Pancasila sebagai syarat pembebasannya. Lagi pula, menurut dia, Ba'asyir secara substansi tidak menolak Pancasila.
"Saya tanya, pernah tidak disodori surat tanda tangan Pancasila? Dia menjawab, 'Saya belum pernah disodori surat itu'," kata Abdul Rochim kepada kumparan usai menemui ayahnya di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/1).
Anak Ustaz Abu Bakar Ba'asyir, Abdul Rochim di Lapas Gunung Sindur, Bogor. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anak Ustaz Abu Bakar Ba'asyir, Abdul Rochim di Lapas Gunung Sindur, Bogor. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
"Kalau sekarang media mengarahkan Ba'asyir itu tidak mau tanda tangan, kapan? Itu kan hanya asumsi," ujar Rochim lagi.
ADVERTISEMENT
Ba'asyir memang sudah menjalani 9 tahun dari 15 tahun hukuman penjara yang dijalaninya. Masa tahanan itu, sudah cukup syarat bagi Ba'asyir untuk mendapatkan pembebasan bersyarat.
Menurut Rochim, syarat tersebut juga seharusnya tidak bisa diperkarakan dalam kasus Ba'asyir karena peraturan ditetapkan setelah dia menjalani penahanan pada 2011.
"Proses itu sebetulnya tidak perlu ke sana. Beliau ditahan 2011, itu permen (peraturan menteri) yang diterbitkan 2013 kemudian direvisi 2018, jadi tidak terkena itu seharusnya," ujar Rochim.