"Israel Harusnya Tak Larang WNI Masuk ke Jerusalem"

31 Mei 2018 21:33 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Al Aqsa, Jerusalem (Foto: REUTERS/Ammar Awad)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Al Aqsa, Jerusalem (Foto: REUTERS/Ammar Awad)
ADVERTISEMENT
Kebijakan Israel yang melarang warga negara Indonesia ke wilayah kependudukannya menuai kecaman. Pasalnya, langkah Israel itu membuat WNI tidak bisa masuk ke Yerusalem yang merupakan kota suci untuk umat Islam, Kristen, dan Yahudi.
ADVERTISEMENT
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai Israel seharusnya tidak melarang WNI masuk ke Yerusalem. Apalagi kota tempat berdirinya Baitul Maqdis itu berada dalam status kawasan internasional sesuai dengan mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Tidak seharusnya pemerintah Israel melarang WNI untuk berpergian ke Kota Suci Yerusalem. Yerusalem sudah ditetapkan sebagai wilayah dengan status internasional di bawah kendali PBB berdasarkan resolusi Majelis Umum 194 tahun 1948," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/5).
Kubah Shakhrah, Jerusalem (Foto: REUTERS/Ammar Awad)
zoom-in-whitePerbesar
Kubah Shakhrah, Jerusalem (Foto: REUTERS/Ammar Awad)
Alasan Israel melarang WNI masuk ke daerah kependudukannya juga dianggap Hikmahanto tidak tepat. Kebijakan itu diduga berdasar dari tudingan Indonesia yang terlebih dahulu melarang WN Israel masuk ke wilayah NKRI.
Padahal, kata Hikmahanto, Pemerintah Indonesia tidak pernah mengeluarkan kebijakan untuk melarang WN Israel masuk. Hanya saja WN Israel yang masuk ke Indonesia memang diwajibkan mengurus visa kunjungan terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
"Anggapan pemerintah Israel bahwa pemerintah Indonesia melarang warganya kemungkinan karena adanya permohonan visa dari sejumlah warga negara Israel beberapa waktu lalu yang tidak kunjung diterbitkan. Padahal sebenarnya ditunda dan sama sekali bukan pelarangan," sebutnya.
Selepas adanya pelarangan ini, Hikmahanto meminta WNI yang berniat pergi ke Israel agar bersabar. Sebab, kemungkinan pelarangan ini akan berlangsung untuk waktu yang lama.
"Mengingat permasalahan yang dihadapi tidak mungkin diselesaikan oleh dua pemerintahan mengingat tidak adanya hubungan diplomatik di antara kedua negara," ujar Hikmahanto.