Istana: Jokowi dan DPR Tak Pernah Bahas Revisi UU KPK

9 September 2019 8:15 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin usai diskusi Islam Politik di Indonesia yang diadakan Kotak Hijau di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (27/2). Foto: Adim Mugni/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin usai diskusi Islam Politik di Indonesia yang diadakan Kotak Hijau di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (27/2). Foto: Adim Mugni/kumparan
ADVERTISEMENT
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin, memastikan hingga kini tak pernah ada pembicaraan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan DPR membahas Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Ngabalin juga menegaskan Jokowi tak mengetahui poin apa saja yang direvisi dalam revisi UU tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kabarnya DPR sudah bersepakat, 10 fraksi [setuju], kemudian mereka mengirim surat ke presiden. Hal pertama, sampai hari ini, presiden belum tahu apa ini yang mereka bahas. Kedua, presiden juga tidak tahu poin-poin apa yang mereka bahas," kata Ngabalin kepada kumparan, Senin (9/9).
Ngabalin menuturkan, saat ini, Jokowi tetap pada prinsipnya untuk memberantas korupsi dan memperkuat posisi KPK. Misalnya, kata Ngabalin, Jokowi memanggil sejumlah nama masuk ke dalam Panitia Seleksi (Pansel) KPK untuk bertugas memilih pimpinan KPK periode berikutnya.
"[Ini] untuk menepis isu berita bahwa sebelumnya sudah ada pembicaraan antara DPR dengan pemerintah, itu pasti tidak benar. Pasti itu berita bohong, pasti itu berita hoaks, tidak mungkin. Karena presiden punya komitmen untuk memperkuat posisi KPK, meskipun KPK itu adalah lembaga," jelas Ali.
ADVERTISEMENT
"Presiden memilih pansel orang-orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas yang terpercaya, baik dari sisi keilmuan maupun moralnya yang memiliki pengalaman," tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengklaim Jokowi dan pimpinan KPK setuju dengan rencana mengubah UU KPK. Fahri bahkan mengaku telah menghadiri rapat konsultasi dengan Jokowi membahas Revisi UU KPK.
"DPR saya kira tak pernah berhenti, karena saya sendiri pernah menghadiri rapat konsultasi dengan presiden, dan presiden sebetulnya setuju dengan pikiran mengubah UU KPK sesuai dengan permintaan banyak pihak. Termasuk pimpinan KPK, para akademisi, dan sebagainya," kata Fahri kepada wartawan, Jumat (6/9).
Di hari yang sama, Jokowi menegaskan belum mengetahui Revisi UU tersebut. Namun, menurutnya, sebagai pelaksana, UU KPK sudah bekerja sangat baik.
ADVERTISEMENT
"Saya harus melihat dulu, yang direvisi ini apanya? Saya belum lihat," ucap Jokowi usai meresmikan fasilitas produksi dan peluncuran produk PT Solo Manufaktur Kreasi alias Esemka di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9).
"Sekali lagi poin yang saya sampaikan, KPK sudah bekerja dengan sangat baik dalam rangka pemberantasan korupsi," tuturnya.
Revisi UU KPK sebelumnya sudah digulirkan di DPR sejak 2016 dan hampir diketok pada 2017. Namun, saat itu Jokowi memilih untuk menunda pengesahan.
Kali ini, revisi tersebut muncul di Badan Legislatif (Baleg) yang diusulkan oleh politisi dari lima parpol pendukung pemerintah. Mereka adalah Masinton Pasaribu (F-PDIP), Risa Mariska, (F-PDIP) ada Taufiqulhadi (F-NasDem), Ahmad Baidowi (F-PPP), Saiful Bahri Ruray (F-Golkar), dan Ibnu Multazam (F-PKB). Usulan itu lalu disetujui seluruh fraksi di rapat paripurna.
ADVERTISEMENT
Ada sejumlah pasal yang diselipkan DPR dalam Revisi UU KPK. Yakni, wacana menjadikan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), mengubah kewenangan penyadapan, membentuk Dewan Pengawas yang dipilih DPR, KPK tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), peralihan pelaporan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), serta kewenangan KPK untuk menghentikan perkara (SP3).
Juga, penyadapan dipersulit dan dibatasi, sumber penyelidik dan penyidik dibatasi, hingga penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Seluruh poin tersebut dianggap melemahkan wewenang KPK sebagai lembaga independen untuk memberantas korupsi.
Kelanjutan perubahan regulasi itu kini bergantung Jokowi. DPR kini menunggu Jokowi mengirimkan Surat Presiden (Surpres) Revisi UU KPK untuk menunjuk menteri terkait membahas Revisi UU tersebut bersama DPR.
ADVERTISEMENT