Istilah Bos Besar dan Eksekusi dalam Suap Anggota DPRD Lampung Tengah

17 Mei 2018 17:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Mustafa di Pengadilan Tipikor. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Mustafa di Pengadilan Tipikor. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Penuntut umum KPK memutar rekaman sadapan dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap dengan terdakwa Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah. Rekaman itu mengungkapkan adanya pemberian suap kepada anggota DPRD Lampung Tengah.
ADVERTISEMENT
Rekaman yang dimaksud adalah percakapan antara J Natalis Sinaga selaku Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah dan Syamsi Roli selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Lampung Tengah. Dalam percakapan tersebut, Natalis menyebut beberapa istilah seperti 'bos besar', dan 'eksekusi'. Selain itu, disinggung pula seseorang dengan inisial T dalam percakapan itu.
Syamsi yang menjadi saksi dalam persidangan tidak menampik soal adanya percakapan itu. Namun ia berkilah tidak mengetahui soal istilah-istilah yang muncul dalam percakapan dengan Natalis.
Ia hanya mengaku memahami terkait seseorang yang berinisial T itu merujuk kepada Taufik Rahman selaku Kepala Dinas Bina Marga. "Saya tidak paham maksudnya bos besar. Kalau T mungkin arahnya ke Pak Taufik," ujar Syamsi Roli saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/5).
ADVERTISEMENT
Mengenai istilah eksekusi dalam percakapan tersebut, Syamsi pun menuturkan ia tak mengetahui maksud dari istilah tersebut. Hakim ketua Ni Made Sudani yang memimpin persidangan mencecar Syamsi akan hal tersebut.
"Di dalam percakapan itu jelas suara anda, masa anda sendiri tidak paham apa yang dimaksud eksekusi dalam percakapan itu," kata hakim Ni Made.
"Saya tidak begitu paham, Yang Mulia, atas maksud istilah eksekusi tersebut," ucap Syamsi.
Berikut petikan percakapan antara Natalis dan Syamsi yang ditampilkan penuntut umum KPK:
Syamsi (S): kira kira berangkat Jakarta, gak? Kalau berangkat ke kan nyiapin fasilitas segala macam
Natalis (N): Ya enggak mungkin berangkat ke Jakarta. Orang. Orang. Orang sampe sekarang aja belum dipenuhin
S : Iya. E. Kalau seandainya. Seandainya berandai-andai aja aku nanti mendadak-mendadak kan takutnya. Kalau oke, disiapin ya?
ADVERTISEMENT
N : De. Ya pasti lah
S: Saya kan dua hari yang lalu kan dipanggil. Udah ketemu langsung bos besar. Udah langsung empat mata ngobrol dan katanya dijanjiin paling lambat hari ini si T itu akan, akan ketemu saya. Ternyata sampai hari ini juga... enggak ada
Itu aja pak udah, saya udah langsung ketemu yang, yang, yang beliau langsung
=======
S: kata Madani ya itu udah oke. Tinggal eksekusi lagi yang yang yang pertemuan Pak Natalis terakhir itu.
N: Mana ada ? Nggak ada. Orang nggak ketemu saya gituin aja
S: he euh iya nggak. O itu omongan dia kan dengan aku cuman heeh
N: Bilang aja, gitu aja pokoknya T nya harus, perintah bos besar kan T ketemu saya kok
ADVERTISEMENT
S: oh iya temu. Ya istilah kami T mister X
Bupati Lampung Tengah non-aktif, Mustafa.  (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Lampung Tengah non-aktif, Mustafa. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
Bupati Lampung Tengah nonaktif Mustafa didakwa menyuap beberapa anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019 sebesar Rp 9,6 miliar. Perbuatan itu dilakukan bersama dengan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah, Taufik Rahman.
Para pihak yang disebut menerima suap adalah Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achmad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri, Bunyana dan Zainuddin. Achmad Junaidi adalah Ketua DPRD, sementara Natalis adalah Wakil Ketua DPRD. Dari keenam nama tersebut, hanya Natalis dan Rusliyanto yang sudah dijerat sebagai tersangka.
Penuntut umum menyebut bahwa suap itu diberikan agar DPRD Kabupaten Lampung Tengah memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018.
ADVERTISEMENT
Selain itu, juga agar menandatangani surat pernyataan kesediaan Pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk dilakukan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBU) Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar.