Jadi Caleg di Afghanistan, Antara Gaji Besar dan Risiko Mati Dibunuh

17 Oktober 2018 18:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana kampanye jelang pemilu di Afghanistan. (Foto: AFP/WAKIL KOHSAR)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kampanye jelang pemilu di Afghanistan. (Foto: AFP/WAKIL KOHSAR)
ADVERTISEMENT
Dalam hitungan hari Afghanistan akan menggelar pesta demokrasi. Pada 20 Oktober 2018, masyarakat negara itu akan berbondong-bondong menuju tempat pemungutan suara, menentukan wakil mereka di parlemen.
ADVERTISEMENT
Ada 2.500 calon legislatif yang merebutkan 249 kursi di Majelis Rendah Afghanistan, mereka dari berbagai macam kalangan. Mulai dari dokter, ulama, anak panglima perang, pejuang hak perempuan, hingga eks napi.
Bagaimana tidak, jadi anggota parlemen yang bertugas membuat undang-undang dan mengawasi jalannya roda pemerintahan adalah keistimewaan besar.
Setiap bulannya setiap anggota parlemen akan menerima gaji 200 ribu Afghani atau setara hampir Rp 40 juta serta mendapat tunjangan lainnya dan juga pengawal pribadi.
Belum cukup, masih ada lagi keistemewaan yang didapat anggota parlemen yaitu kekebalan dari tuntutan hukum selama bertugas.
Ya, segala bentuk kemewahan itu adalah daya tarik tersendiri bagi setiap warga Afghanistan yang hidup di tengah konflik berkepanjangan dan berdarah.
ADVERTISEMENT
Namun, hampir seluruh caleg di Afghanistan menolak mengaku bahwa gaji, tunjangan, status sosial merupakan faktor pendorong utama mereka maju bertarung dalam pemilu.
"Saya seorang dokter, saya mengerti berbagai penyakit yang ada di masyarakat, dan di bagian mana terdapat masalah serta bagaimana memperbaikinya," ucap Ahmad Tamim seorang caleg dari daerah Kabul, seperti dikutip AFP, Kamis (17/10).
"Saya frustrasi dengan keadaan ini, kemelaratan tanpa akhir, perang dan kesedihan," sambung dia.
Berkampanye di Tengah Ancaman
Petugas memasang poster kampanye jelang pemilu di Afghanistan. (Foto: AFP/WAKIL KOHSAR)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memasang poster kampanye jelang pemilu di Afghanistan. (Foto: AFP/WAKIL KOHSAR)
Banyak janji yang ditebar jelang 20 Oktober mendatang. Para caleg juga tak ragu menempelkan poster dirinya di hampir seluruh Afghanistan.
Di tengah semangat yang berkobar, caleg di Afghanistan berhadapan dengan bahaya besar. Upaya pembunuhan adalah suatu bahaya nyata di depan mereka.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, sudah 10 caleg Afghanistan yang tewas terbunuh. Paling terbaru ialah Jabar Qahraman yang tewas terkena ledakan bom dari bawah sofa tempatnya duduk.
Memang sejak waktu pemilu diumumkan, pemberontak dan kelompok teror Taliban menyerukan seluruh caleg untuk mundur dari pencalonan. Mereka berjanji sampai sebelum hari pemilihan serangan demi serangan akan diluncurkan.
Suasana kampanye jelang pemilu di Afghanistan. (Foto: AFP/WAKIL KOHSAR)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kampanye jelang pemilu di Afghanistan. (Foto: AFP/WAKIL KOHSAR)
Saking nyatanya ancaman Taliban, pihak keamanan Afghanistan mengeluarkan imabauan pengetatan keamanan serta peningkatan kewaspadaan bagi seluruh masyarakat, termasuk para caleg.
Ancaman nyawa, nyatanya tidak membuat caleg-caleg di Afghanistan ciut nyali. Aktivis perempuan asal Kabul, Wida Saghary, contohnya.
Saghary mengatakan, ancaman seperti apa pun tidak akan membuatnya terintimidasi apalagi mundur dari pencalonan.
"Saya selalu membuat hidup saya berisiko karena berjuang untuk hak warga terutama perempuan," sebut Wida.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak takut, sekarang saya akan bertarung untuk memperebutkan kursi parlemen," jelasnya.