Jaksa Agung soal Alex Noerdin Mangkir: Jangan Persulit Proses Hukum

21 September 2018 18:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alex Noerdin nge-vlog sambil main jet ski (Foto: Gilang Gemilang)
zoom-in-whitePerbesar
Alex Noerdin nge-vlog sambil main jet ski (Foto: Gilang Gemilang)
ADVERTISEMENT
Eks Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin sedianya akan dipanggil Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi dana hibah dan bansos Pemprov Sumsel tahun anggaran 2013 pada Kamis (20/9) lalu. Akan tetapi, Alex mangkir dalam panggilan keduanya itu karena alasan harus menghadiri pelantikan penjabat (Pj) Gubernur Sumsel.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Jaksa Agung M. Prasetyo meminta Alex bersikap kooperatif untuk panggilan ketiga yang direncanakan pada pekan depan.
"Tidak ada gunanya mengulur waktu dan mempersulit proses hukum. Supaya semuanya segera selesai dan tuntas dengan jelas," ujar Prasetyo di Gedung Kejagung Jakarta, Jumat (21/9) seperti dilansir Antara.
Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo. (Foto: Reki Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo. (Foto: Reki Febrian/kumparan)
Prasetyo enggan berspekulasi negatif mengenai ketidakhadiran Alex untuk menghindari pemeriksaan. Meskipun sebenarnya pelantikan Pj Gubernur Sumsel baru dilakukan pada hari ini.
"Kita berpikir positif saja bahwa ketidakhadiran yang bersangkutan betul-betul karena melaksanakan tugas-tugas negara," katanya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan dua orang sebagai tersangka yakni Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sumatera Selatan Laonma Tobing dan mantan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Sumatera Selatan Ikhwanuddin.
ADVERTISEMENT
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi antara lain anggota DPRD Provinsi Sumsel. Kejagung menemukan penyimpangan dalam perubahan anggaran untuk dana hibah dan bansos tersebut.
Awalnya, APBD Provinsi Sumatera Selatan 2013 menetapkan dana untuk hibah dan bansos sebesar Rp 1,4 triliun, namun berubah menjadi Rp2,1 triliun. Adapun, penggunaan dana diduga tidak sesuai peruntukan dan laporan pertanggung jawaban juga diduga fiktif.