Jaksa Agung: Sulit Proses Pelanggaran HAM Masa Lalu ke Pengadilan

1 Juni 2018 14:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jaksa Agung RI, Muhammad Prasetyo. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jaksa Agung RI, Muhammad Prasetyo. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Penyelesaian kasus HAM di masa lalu masih menjadi pekerjaan rumah bagi penegak hukum di Indonesia. Seperti kasus pembantaian orang yang diduga simpatisan PKI sepanjang 1965-1966 hingga tragedi Trisakti pada 1998.
ADVERTISEMENT
Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan pihaknya berkomitmen untuk mengusut dan menyelesaikan kasus HAM masa lalu tersebut. Namun, ia tak menampik ada kesulitan dalam membawa kasus tersebut ke pengadilan. Menurutnya, penyelesaian kasus tersebut, harus sesuai dengan kenyataan yang ada.
"Saya ingin sampaikan bahwa kalau ini dinyatakan pelanggaran HAM berat masa lalu, memang harus diselesaikan, Nah bentuk penyelesaiannya tentu melihat realitas yang ada," kata Prasetyo di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jakarta Pusat, Jumat (1/6).
Masa melakukan aksi Kamisan di depan Istana (Foto: ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
zoom-in-whitePerbesar
Masa melakukan aksi Kamisan di depan Istana (Foto: ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Sebab, Prasetyo mengakui, saat ini masih ada kendala dalam penegakan hukum kasus-kasus tersebut. Seperti, susahnya mencari bukti hingga saksi.
"Kan sudah sekian lama, perkara 65-66, bayangkan mungkin kita belum lahir, pelakunya siapa? Korban di mana? Bukti-bukti lain seperti apa?" ungkapnya.
Presiden Jokowi (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan arahan agar kejaksaan berkoordinasi dengan Komnas HAM untuk menyelesaikan kasus tersebut. Terkait hal tersebut, Prasetyo mengaku pihaknya sudah melaksanakannya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, untuk kasus HAM masa lalu, ia mengaku telah membedah semua hasil penyelidikan Komnas HAM. Sejak tahun 2007, kata Prasetyo, kejaksaan telah 10 kali menyelidiki kasus-kasus tersebut namun bukti yang didapatkan sangat minim.
"Kita harus jujur, siapapun yang memimpin negara ini, siapapun jaksa agung, siapapun Komnas HAM-nya sulit untuk melanjutkan proses hukum ke peradilan," kata Prasetyo.
"Ini yang harus dipahami, bukannya enggak mau menyelesaikan, bukan. Tapi persoalannya yuridis itu. Jadi proses penegakan hukum itu kan harus selalu berjalan di atas bukti bukan asumsi atau opini," lanjutnya.
Masa melakukan aksi Kamisan di depan Istana (Foto: ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
zoom-in-whitePerbesar
Masa melakukan aksi Kamisan di depan Istana (Foto: ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Menurutnya, Kejaksaan Agung pernah memberikan usulan agar penyelesaian kasus HAM di masa lalu dilakukan dengan rekonsiliasi. Sebab cara itu, kata Prasetyo, merupakan yang paling memungkinkan untuk dilakukan.
Ilustrasi Human Rights (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Human Rights (Foto: Pixabay)
Selain itu, ia mengklaim untuk kasus 1965-1966 pihak keluarga juga tidak keberatan dengan penyelesaian nonjudicial tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan permintaan rehabilitasi penghilangan status bekas anggota PKI di KTP.
ADVERTISEMENT
"Saya pikir semua pihak harus memahami supaya segera selesai dan sekali lagi agar bangsa ini tidak tersandera oleh dakwaan atau katakanlah tuduhan adanya pelanggaran HAM berat masa lalu," ujarnya.