Jaksa Dianggap Perlu Bicara dengan Kemenkes dan Kemen PPPA soal Kebiri

27 Agustus 2019 6:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dosen FH Universitas Tri Sakti, Abdul Fickar Hadjar diwawancarai usai Diskusi bertajuk ‘Rombongan Koruptor Mengajukan PK’ di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (13/3). Foto: Ajo Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dosen FH Universitas Tri Sakti, Abdul Fickar Hadjar diwawancarai usai Diskusi bertajuk ‘Rombongan Koruptor Mengajukan PK’ di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (13/3). Foto: Ajo Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengadilan Tinggi Surabaya menjatuhkan hukuman tambahan berupa kebiri kimia kepada Aris (20), pemerkosa sembilan anak di Mojokerto, Jawa Timur. Setelah vonis itu dinyatakan berkekuatan hukum tetap, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mengaku belum mendapat petunjuk teknis untuk kebiri kimia.
ADVERTISEMENT
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat Kejaksaan Agung perlu berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan Kementerian Kesehatan terkait kebiri kimia.
"Jaksa sebagai pelaksana putusan tetap harus melaksanakannya, agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan maka disarankam jaksa berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Kesehatan," kata Abdul Fickar, Senin (26/8).
Koordinasi antara lembaga negara tersebut dinilai Abdul Fickar penting dilakukan. Pasalnya, meski kebiri untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak legal, tapi tindakan itu punya kemungkinan jadi bentuk kekerasan fisik oleh negara.
"Seperti juga hukuman penjara. HAM seorang napi tetap harus dipenuhi selain pengekangan kebebasannya sementara," sebut Abdul Fickar.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Abdul Fickar juga merasa vonis tambahan berupa kebiri kimia sebaiknya dihindari. Pengadilan diharapkan lebih memilih untuk menjatuhkan vonis seumur hidup bagi predator seksual ketimbang kebiri.