Jaksa Ungkap Arahan-Arahan Sofyan Basir Terkait PLTU Riau

24 Juni 2019 14:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menjalani sidang dakwaan terkait kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menjalani sidang dakwaan terkait kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Penuntut umum KPK mengungkap adanya sejumlah arahan Sofyan Basir selaku Direktur Utama PLN terkait proyek PLTU Riau-1. Dalam dakwaan, Sofyan Basir disebut memfasilitasi sejumlah pertemuan guna mempercepat kesepakatan terkait proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
Berawal ketika adanya pertemuan antara Sofyan Basir dan Supangkat Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN, dengan Setya Novanto selaku Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Golkar dan Eni Maulani Saragih selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Golkar. Pertemuan dilakukan di rumah Setnov pada 2016.
Dalam pertemuan itu, Setnov meminta Sofyan Basir memberikan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa III kepada pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo.
Namun menurut Sofyan Basir, sudah ada kandidat calon perusahaan yang akan mendapatkan proyek tersebut. Ia pun kemudian mengarahkan Kotjo untuk proyek PLTU Riau-1. Hal itu disampaikan Sofyan dalam pertemuan di Hotel Mulia, Senayan, bersama Eni Saragih dan Kotjo.
ADVERTISEMENT
"Dalam pertemuan itu terdakwa menyampaikan kepada Johanes Budisutrisno Kotjo agar ikut proyek Riau saja dengan kalimat 'ya sudah kamu di Riau aja, jangan mikirin di Jawa karena sudah melebihi kapasitas' yang kemudian disanggupi Johanes Budisutrisno Kotjo," ungkap jaksa KPK saat bacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/6).
Menindaklanjuti arahan itu, masih di awal 2017, Sofyan kembali menggelar pertemuan yang kali ini dihadiri Supangkat Iwan Santoso, serta Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN, Nicke Widyawati. Dalam pertemuan itu, Eni dan Kotjo meminta kepada Sofyan agar proyek PLTU-MT Riau 1 tetap dicantumkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN untuk tahun 2017 sampai dengan 2026.
Permintaan itu pun disanggupi Sofyan dengan memerintahkan langsung Nicke untuk menindaklanjuti arahan tersebut. Hingga akhirnya pada tanggal 29 Maret 2017 proyek tersebut dinyatakan masuk dalam rencana kerja PLN.
ADVERTISEMENT
"IPP PLTU mulut tambang 2 X 300 MW di Peranap, kabupaten Indragiri Hulu, Riau, masuk dalam RUPTL PT PLN 2017 sampai dengan 2026 dan telah disetujui masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB)," ujar jaksa.
Pertemuan lain terjadi pada bulan Juli tahun 2017 bertempat di ruang kerja Sofyan Basir selaku Dirut PLN. Pertemuan dihadiri oleh Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN, Supangkat Iwan Santoso beserta Eni dan Kotjo.
Iwan Supangkat Santoso, Direktur Pengadaan strategis PLN di gedung KPK, Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Atas arahan Sofyan Basir, Supangkat Iwan menerangkan ihwal mekanisme pembangunan Independent Power Producer (IPP) berdasarkan Perpres Nomor 4 tahun 2016.
Perpres itu, dijelaskan Supangkat sebagai acuan PT PLN untuk menugaskan anak perusahaannya bermitra dengan perusahaan swasta. Hubungan mitra itu dengan syarat kepemilikan saham anak perusahaan PLN minimal 51 persen. Syarat itu pun disanggupi Kotjo yang menyebut akan maju dan melakukan kerjasama dengan China Huadian Engineering Company (CHEC) Ltd dalam proyek PLTU Riau 1.
ADVERTISEMENT
"Supangkat Iwan Santoso juga menyampaikan agar mitra yang nantinya bekerja sama dapat menyediakan pendanaan modal untuk anak perusahaan PT PLN (persero)," lanjut jaksa.
Setelah itu, terjadi pertemuan lain di Lounge Bank Rakyat Indonesi (BRI). Ketika itu Sofyan menyampaikan bahwa Kotjo akan mendapatkan proyek PLTU Riau-1 dengan skema penunjukkan langsung.
"Kotjo akan mendapatkan proyek PLTU MT Riau 1 dengan skema penunjukan langsung. Dimana anak perusahaan PLN yaitu PT PJB akan memiliki saham perusahaan konsorsium minimal sebesar 51% sesuai dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2018," ucap jaksa.
Setelah dipastikan mendapatkan proyek, Kotjo pun menginstruksikan Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara untuk menyiapkan dokumen teknis dan administrasi untuk selanjutnya dilakukan proses due diligence oleh pihak PT PLN (Persero). Hingga tanggal 18 Agustus 2017, PT PLN Batubara pun memutuskan untuk melakukan kerja sama dengan PT Samantaka Batubara sebagai mitra untuk memasok Batubara terhadap proyek PLTU MT Riau-1.
ADVERTISEMENT
Pada bulan September 2017, Sofyan Basir disebut menginstruksikan Supangkat Iwan untuk mengawasi jalannya kontrak Proyek PLTU.
Pada tanggal 14 September 2017, dilakukan penandatanganan kontrak induk (head of agreement) yang ditandatangani oleh Iwan Agung Firsantara selaku Direktur Utama PT PJB, Suwarno selaku Plt. Direktur Utama PT PLN Batubara, Wang Kun perwakilan dari CHEC, Ltd, Philip Cecile Rickard selaku CEO Blackgold Natural Ltd, dan Rudy Herlambang selaku Direktur Utama PT Samantaka Batubara.
Inti kontrak tersebut berisikan terkait kerjasama berbentuk konsorsium dalam mengembangkan proyek PLTU MT Riau-1 dengan komposisi saham PT PJBI 51 persen, Chec Ltd 37 persen, Blackgold Natural 12 persen, serta pihak penyuplai batubara yaitu PT Samantaka Batubara.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Sofyan Basir juga mengarahkan agar Power Purchased Agreement (PPA) proyek PLTU Mulut tambang segera ditandatangani. Bahkan, Sofyan Basir disebut menandatangani PPA proyek PLTU MT RIAU-1 dengan mencantumkan tanggal maju yaitu tanggal 6 Oktober 2017. Hal itu guna mempercepat proses kesepakatan akhir proyek PLTU Riau-1.
Padahal, letter of Intent (LOI) baru ditandatangani oleh Supangkat Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN (Persero) dan Dwi Hartono selaku perwakilan perusahaan konsorsium pada tanggal 17 Januari 2018 dengan menggunakan tanggal mundur (back date) yaitu tertanggal 6 Oktober 2017.
Isinya mengatur soal masa kontrak 25 (dua puluh lima) tahun dengan tarif dasar USD 5,4916 per kWh, dan segera membentuk perusahaan proyek yang akan menjadi pihak penjual berdasarkan PPA.
ADVERTISEMENT