Jejak Lari Pertama Zohri, Awal Perjalanan Menuju Juara

26 Juli 2018 10:22 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Si pendiam itu terus berlari. Tanpa sepatu di kakinya dia menendang dan menggiring bola. Gerakannya yang lincah membuat dia menonjol dibanding rekannya yang lain.
ADVERTISEMENT
Lalu Muhammad Zohri, begitu nama pemuda asal Karang Pangsor, Pemenang, Lombok Utara itu. Dari usia dini hingga SMP dia paling gemar bermain sepak bola. Tetapi, siapa sangka ke depannya dia justru bertransformasi menjadi juara dunia junior atletik cabang lari 100 meter 2018.
Aksi Zohri berlaga di ajang IAAF (Foto: Dokumentasi IAAF)
Ya, bakat lari Zohri pada mulanya telah dicium oleh sang guru olahraga SMP, Rosida atau yang akrab disapa Ida. Dia kemudian mulai mendekati Zohri dan mengajaknya untuk ikut latihan lari.
“Sejak tahun 2013 itu saya sudah lihat dia memang. Apa namanya cuma saya hanya sampaikan ke dia. Begini, wih anak coba kamu ikut temanmu ini lari,” kenang Ida saat ditemui kumparan di SMPN 1 Pemenang, Lombok Utara, Jumat (20/7).
Rosida guru olahraga dan pelatih pertama Zohri (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
Namun, bukan jawaban iya yang didapat Ida. Berkali-kali Zohri ditawari untuk berlatih dan ikut lomba lari, tapi dia menolaknya.
ADVERTISEMENT
“Buk, buat apa sih lari main bola kan kita kejar-kejar seperti itu,” ucap Ida menirukan Zohri.
Meski berkali-kali ditolak, Ida yakin suatu saat Zohri akan mengiyakan permintaannya. Perempuan asli Sumbawa itu sering mengajak ngobrol Zohri. Ida terus meyakinkan Zohri untuk menekuni olahraga atletik khususnya lari, karena dia yakin suatu hari anak didiknya itu bisa menjadi juara dunia.
“Dari tungkainya dari postur tubuhnya, padahal kalau dia jalan gini-gini (miring). Postur tubuhnya kemudian tungkainya bagus bodynya atletis. Coba perhatikan, bodynya dia kan enggak kekar. Kekar besar, berat badannya,” ujar Ida.
Rosida guru olahraga dan pelatih pertama Zohri. (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
Upaya Ida meyakinkan Zohri dimulai sejak Zohri duduk di kelas 1 SMP pada 2013. Hingga pada akhirnya, hati Zohri baru luluh tahun 2015.
ADVERTISEMENT
Zohri tiba-tiba mendatangi Ida yang sedang berada di ruang guru. Dia mengatakan akan mengikuti saran Ida untuk menjadi atlet lari.
“Mulai saat itu dia sudah mau. Kebetulan ada Kejurda (Kejuaraan Daerah) itu. Di Kejurda itu kita tes Kabupaten,” ungkap Ida.
Saat itu semua guru di Kabupaten Lombok Utara diperkenankan membawa murid terbaiknya untuk ikut Kejurda. Ida hanya membawa Zohri seorang.
Lalu Muhammad Zohri usai seremoni pengalungan medali emas 100 meter putra di World U-20 Championships, Finlandia. (Foto: Dok. Dubes RI di Finlandia, Wiwiek S Firman)
Tes pun dimulai. Dalam lomba lari sprint (100 m) Zohri berhasil mendapat juara satu, padahal itu kejuaraan lari pertamanya.
“Diadu lagi juara satu, diadu lagi, ada empat kali. Diadu terus nomor satu,” sebut guru berusia 42 tahun itu.
Kemudian, dia mengikuti kejuaran di tingkat yang lebih tinggi lagi. Hasilnya medali emas di nomor 100 m dan 200 m berhasil dia genggam. Dari raihan cemerlang itu, Zohri direkrut oleh Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) NTB pada 2016 dan diberi beasiswa penuh di SMA 2 Mataram.
ADVERTISEMENT
Terus berlari tanpa alas kaki
Sebelum mendapat berbagai juara tingkat daerah, Zohri menempa diri dengan latihan yang keras. Hal itu diceritakan oleh kakak Tertua Zohri, Fazilah saat ditemui kumparan di kediamannya.
Setiap hari Zohri lari di dua tempat berbeda, yakni di lapangan Pamenang dan pantai kawasan Gili Trawangan. Kegiatan itu dilakukan dua sesi yakni pagi dan sore.
“Lari terus dari sini start sampai pantai bolak-balik. Latihan terus,” cerita Fazilah, Jumat (20/7).
Baiq Fazilah, Kakak Tertua Zohri. (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
Kadang kala Zohri meminta sang kakak untuk membangunkannya supaya bisa latihan pagi hari.
Tanpa pernah menggunakan alas kaki Zohri terus berlari. Dia juga sering minta ditemani sabahatnya yang bernama Agus yang tinggal di belakang rumah Zohri.
Agus terus menyemangati dan memotivasi Zohri. Menurut Agus, semua peluh Zohri adalah dedikasi pada almarhum bapak dan ibu Zohri.
ADVERTISEMENT
“Ya, diantar latihan, disuruh sama guru sih. Support dia biar dia mau latihan,” kata Agus.
Agus teman dekat Zohri (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
Kedisiplinan Zohri berlatih akhirnya berbuah manis. Untuk pertama kalinya, medali emas lari 100 m kejuaraan atletik junior dunia 2018 berhasil didapat Indonesia melalui kaki Zohri.
Rasa bangga terus mengalir pada Zohri. Anak yatim piatu dari keluarga kurang mampu itu nyatanya mampu mengibarkan bendera Indonesia di tempat tertinggi meski sebelumnya banyak yang meragukan.
Terkhusus untuk daerahnya, kemenangan Zohri ini memiliki arti tersendiri.
“Nah bagi saya melihatnya pertama adalah motivasi ya bagi anak-anak muda kami di Lombok Utara. Lepas dari positif negatif ya orang membicarakan atau orang memviralkan apa tentang Lalu Zohri yang jelas bahwa dengan semangat kemudian kesungguhan ya ternyata sesuatu yang menurut orang tidak mungkin itu mungkin bisa kita raih,” ungkap Najmul Akhyar Bupati Lombok Utara kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Menurut Najmul, kemenangan Zohri juga merupakan skenario dari yang Maha Kuasa untuk Zohri
“Dan juga tidak lepas daripada kesungguhan dia untuk mencapai cita-citanya,” pungkas dia.
-------------
Simak selengkapnya perjuangan para juara dunia dalam topik Zohri dan Juara Dunia.