JK soal Kasus Ganjar: Gubernur dari Partai, yang Tak Boleh Memihak ASN

26 Februari 2019 16:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla. Foto: Kevin Kurnianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla. Foto: Kevin Kurnianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi sikap Bawaslu Jawa Tengah yang menganggap Ganjar Pranowo melanggar UU Pemda. Ganjar dianggap melanggar UU Pemda lantaran menginisiasi deklarasi dukungan kepala daerah di Jawa Tengah ke Jokowi.
ADVERTISEMENT
JK menyebut bahwa apa yang dilakukan Ganjar sebenarnya tidak dilarang selama tak memanfaatkan jabatannya. Menurutnya Ganjar adalah gubernur terpilih yang berasal dari partai.
"Ya, gubernur, bupati, itu kan naik karena pemilihan dan berasal dari partai. Jadi beda kalau dengan ASN lain. Jadi memang gubernur itu berasal dari partai, jadi memang berbeda dengan posisi kalau ASN," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (26/2).
"Saya tekankan, bahwa gubernur dan bupati itu sebagian besar dari partai. Jadi posisinya jelas, kalau dari PDI-P kan posisinya jelas, artinya mendukung pasangan calon yang sesuai dengan pilihan partainya," ujar JK.
JK enggan berkomentar banyak terkait sikap Bawaslu Jateng yang menyebut bahwa Ganjar melanggar UU Pemda. Menurut dia, Ganjar bisa saja menentukan sikap mendukung paslon tertentu di Pilpres 2019, sebab Ganjar pun juga merupakan kader partai.
ADVERTISEMENT
"Dalam pemilu ini yang tidak boleh berpihak itu ASN. Karena ini kan sekali lagi saya ulangi, kalau bupati dan gubernur itu pilihan partai. Jadi tidak bisa dikatakan dia harus independen karena dia memang dari partai," jelasnya.
Ganjar Pranowo bersama 31 kepala daerah mendeklarasikan dukungan kepada Joko Widodo di Pilpres 2019. Bawaslu Jateng kemudian menetapkan bahwa Ganjar melanggar UU Pemda karena status mereka yang merupakan kepala daerah.
Ganjar melanggar UU Pemda namun tak melanggar UU Pemilu. Tak butuh waktu lama, Ganjar pun langsung merespons, ia mengatakan Bawaslu seharusnya hanya sampai pada tahap klarifikasi dan menguji kaitannya dengan adanya pelanggaran Pemilu. Jika tidak ada, seharusnya Bawaslu sudah berhenti di situ.
"Kalaulah saya melanggar etika (dalam UU Pemda), siapa yang berhak menentukan saya melanggar, apakah Bawaslu? wong itu bukan kewenangannya kok," kata Ganjar ditemui di Rumah Dinas Puri Gedeh, Semarang, Minggu (24/2).
ADVERTISEMENT