Johanes Kotjo Pasrah Hukumannya Diperberat 4 Tahun 6 Bulan

19 Februari 2019 11:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Johanes Budisutrisno Kotjo ditahan KPK
 Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Johanes Budisutrisno Kotjo ditahan KPK Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Terdakwa kasus korupsi proyek PLTU Riau-1 yang juga pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo mengaku menerima hukumannya diperberat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Ia pun akan menjalani hukuman tersebut dengan tidak akan melakukan upaya hukum lain.
ADVERTISEMENT
"Ya mau diapain lagi. (Saya) pasrah, serahkan sama Allah. (Saya) serahkan sama yang di atas. Walaupun aku dizalimi, saya sudah maafkan," kata Kotjo sebelum menjadi saksi untuk terdakwa Idrus Marham di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (19/2).
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding penuntut umum KPK. Majelis hakim banding dalam putusannya memperberat hukuman Kotjo dari 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan, menjadi 4 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Putusan itu dibacakan pada Kamis, 31 Januari 2019.
Dalam pertimbangan putusan banding, majelis hakim menyatakan Kotjo telah terbukti memberi suap kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih. Perbuatan Kotjo disebut mengakibatkan proyek PLTU Mulut Tambang Riau 1 terhenti.
ADVERTISEMENT
Berhentinya proyek PLTU MT Riau 1 itu dinilai banyak merugikan masyarakat, Riau. Khususnya dalam hal penggunaan listrik.
"Perbuatan tindak pidana yang dilakukan terdakwa dilakukan secara sistematik yaitu mulai dari perencanaan, penganggaran sampai dengan pelaksanaan dengan melibatkan orang-orang dalam posisi penting," tulis majelis dalam pertimbangan putusan banding Kotjo.
Majelis hakim yang memutuskan perkara banding ini diketuai oleh hakim Daniel Dalle Pairunan, dengan hakim anggota yaitu I Nyoman Adi Juliasa, Achmad Yusak, Hening Tyastanto dan hakim Rusydi.
Putusan banding itu ternyata tidak diambil secara bulat, satu hakim yakni hakim ad hoc Hening Tyastanto berbeda pendapa terkait putusan banding Kotjo.
Tyastanto berpendapat seharusnya Kotjo dihukum selama 10 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Dalam pertimbangannya, Tyastanto menyatakan korupsi yang dilakukan Kotjo adalah korupsi kelas kakap yang dimulai dari perencanaan anggaran, penunjukan pemenang pekerjaan dan pengaturan syarat-syarat pekerjaan sulit dibongkar.
ADVERTISEMENT
"Sehingga para pencari rente merasakan kondisi yang nyaman dan bertumbuh kembang dengan subur bagaikan jamur di musim hujan," kata Tyastanto dalam pertimbangan putusan banding seperti dikutip kumparan.
Ia menegaskan pengadilan atas perkara ini harus menjadi pintu masuk bagi penegakan hukum yang progresif dan dapat membatasi permainan atau penyimpangan dalam pembangunan mega proyek.
Tyastanto menyatakan putusan banding yang memutus hukuman 4 tahun penjara bagi Kotjo tidak mewakili rasa keadilan bagi masyarakat, terlebih melihat keuntungan yang didapat bagi Kotjo dan sejumlah pihak lain, apabila proyek PLTU Riau 1 dapat dilaksanakan.
Pada putusan pengadilan tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sebelumnya telah menjatuhkan hukuman 2 tahun 8 bulan penjara dengan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Kotjo.
ADVERTISEMENT
Ia dinilai terbukti terlibat kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Ketika itu, Kotjo dinilai terbukti menyuap Eni Maulani Saragih dan eks Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham, sebesar Rp 4,75 miliar, secara beberapa tahap.
Suap diduga diberikan agar Eni dan Idrus membantu perusahaan Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU riau-1. Perbuatan Kotjo dinilai telah memenuhi unsur Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Padal 64 ayat (1) KUHP.