Jokowi: Ba'asyir Bisa Bebas Bersyarat, Bukan Bebas Murni

22 Januari 2019 15:47 WIB
Jokowi bagikan bantuan PKH (Program Keluarga Harapan) di Garut. (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi bagikan bantuan PKH (Program Keluarga Harapan) di Garut. (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi berencana membebaskan Abu Bakar Ba'asyir dari Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/1). Namun, Jokowi menegaskan pembebasan tersebut bukan pembebasan murni. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Ba'asyir yang merupakan narapida kasus terorisme.
ADVERTISEMENT
"Ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, (tapi) pembebasan bersyarat," kata Jokowi menjawab wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/1).
Yusril (kanan) dan Ba'asyir (kiri).  (Foto: Facebook/Yusril Ihza Mahendra)
zoom-in-whitePerbesar
Yusril (kanan) dan Ba'asyir (kiri). (Foto: Facebook/Yusril Ihza Mahendra)
Jokowi juga kembali menjelaskan alasan pemerintah ingin membebaskan Ba'asyir karena atas dasar kemanusiaan. Kondisi kesehatan dan fisik Ba'asyir yang semakin tua menjadi pertimbangan pemerintah membebaskan Ba'asyir.
"Gini kan sudah saya sampaikan bahwa karena kemanusiaan dan ustaz Ba'asyir sudah sepuh, kesehatannya juga sering terganggu. Bayangkan kalau kita sebagai anak melihat orang tua kita sakit-sakitan seperti itu. Itulah yang saya sampaikan secara kemanusiaan," ucap Jokowi.
Proses pembebasan Abu Bakar Ba'asyir terjadi berkat Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra yang berhasil meyakinkan Presiden Jokowi untuk membebaskan Ba'asyir. Menurut Yusril, Jokowi menilai Ba'asyir harus dibebaskan karena pertimbangan kemanusiaan. Ia telah berusia 81 tahun dan kondisi kesehatannya kian menurun. Kepada Yusril, Jokowi menyampaikan keprihatinan atas keadaan Ba'asyir.
ADVERTISEMENT
Pembebasan bersyarat seorang narapidana telah diatur dalam peraturan terbaru, yakni Peraturan Menteri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018. Dalam Pasal 84 peraturan terbaru tersebut diatur bahwa untuk narapidana kasus terorisme, ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi untuk mendapatkan bebas bersyarat, yakni:
a. Bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. Telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan;
c. Telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani; dan
d. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar:
ADVERTISEMENT
1. Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana warga negara Indonesia; atau
2. Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana warga negara asing.