Jokowi dan Prabowo Diundang ke Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu

11 Februari 2019 13:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Foto: Facebook/Persyarikatan Muhammadiyah
zoom-in-whitePerbesar
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Foto: Facebook/Persyarikatan Muhammadiyah
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan akan mengundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, di acara Tanwir Muhammadiyah ke-51. Acara itu sedianya digelar pada 15-17 Februari 2019 mendatang di Bengkulu.
ADVERTISEMENT
"Kita usahakan diundang sebagai tokoh bangsa. Realitas dua tokoh ini walaupun kontestasi, ya representasi tokoh bangsa yang sedang berkontestasi," kata Haedar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Bantul, Senin (11/2).
Meski keduanya diundang, kata Haedar, Jokowi dan Prabowo tidak akan berada dalam waktu bersamaan. Jokowi diundang pada Sabtu (16/2) sedangkan Prabowo pada Minggu (17/2).
Meski keduanya diundang, Haedar mengatakan, organisasinya hingga saat ini belum mendapat konfirmasi kehadiran keduanya. Salah satu hal yang dikhawatirkannya adalah bentrok dengan jadwal debat capres kedua pada 17 Februari 2019.
Jokowi & Prabowo di KPU. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
“Beda hari rencana Pak Jokowi hari Sabtu. Pak Prabowo hari Ahad, tapi hari Ahad hari debat, kemungkinan Pak Pabowo ada perubahan,” kata dia. “Secara teknis ini ada benturan, ini bersamaan dengan debat capres kami masih negosiasi kedua beliau ini bisa jadi atau tidak".
ADVERTISEMENT
Haedar mengatakan, meski diundang di Tanwir Muhammadiyah, namun kedua calon presiden itu tidak akan menyampaikan visi misinya di Tanwir. Keduanya, kata Haedar, hanya dibolehkan menyampaikan pandangan kebangsaaan secara umum.
“Kita persilakan bukan tentang visi misi tetapi juga soal pandangan-pandangan kebangsaan. Sehingga tidak ada dalam posisi pas debat. Kita ciptakan di forum Tanwir ini jangan dianggap sebagai penyampaian visi misi tetapi sebagai wawasan kebangsaan. Sehingga tidak perlu diuji, biarlah yang nguji itu di debat publik saja,” katanya.
Di sisa waktu menuju pemilihan pada 17 April, Haedar berharap terjadi proses pencerahan berpikir dan bersikap di masyarakat. Utamanya adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, keutuhan bangsa, hingga nilai-nilai politik berbasis Pancasila dan agama.
ADVERTISEMENT
“Karena dangkal, agama sering dijadikan alat untuk politisasi dan kemudian menjadi sensitif untuk relasi-relasi sosial yang beragam," kata dia. "Sesungguhnya ajaran agama mengajarkan kehidupan sosial yang melampui berbagai suku, agama, ras, golongan termasuk dalam kehidupan berpolitik. Jadi agama memandang politik positif dan baik maka harus dijiwai dengan nilai-nilai keadilan dengan nilai-nilai kebaikan".