Jokowi Diminta Bentuk Satuan Khusus untuk Selesaikan Konflik di Luwuk

12 Desember 2018 18:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas soal pelaksanaan divestasi PT Freeport di Kantor Presiden. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas soal pelaksanaan divestasi PT Freeport di Kantor Presiden. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Eva Susanti Hanafi Bande atau Eva Bande merupakan aktivis hak asasi manusia yang berani bersuara tentang kerusakan lingkungan di tempat tinggalnya di Sulawesi Tengah. Sejak tahun 2010, ia berjuang untuk membela petani Toili dalam mempertahankan tanah tempat tinggal mereka di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
Delapan tahun berlalu, Eva masih memperjuangkan pemberian sertifikat hak tanah adat untuk petani Toili di Luwuk. Besar harapan Eva agar pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dapat menyelesaikan konflik antara petani Toili dengan PT Kurnia Luwuk Sejati (PT KLS) tersebut dengan sungguh-sungguh.
“Harapan saya bahwa tentu sampai saat ini ada banyak kasus-kasus pelanggaran HAM di sektor agraria. Saya berharap rezim Jokowi menyelesaikan secara sungguh-sungguh," ujar Eva ketika dihubungi lewat telpon, Rabu (12/12).
"Reforma agrariakan juga bagian dari Nawacita Jokowi. Saya berharap janji itu diwujudkan dan program reforma agraria bisa dilaksanakan,” lanjut dia.
Eva Bande berharap presiden dapat membentuk satuan khusus yang berada di bawah komando presiden secara langsung dan bertugas secara ekslusif untuk menyelesaikan konflik ini.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya jika presiden membentuk satuan khusus yang dipimpin langsung oleh presiden itu menunjukan keseriusan pemerintah. Saya berharap ini bisa jadi keseriusan pemerintah untuk menyelesaiakan permasalahan ini,” ucap Eva.
Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di Istana Negara. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di Istana Negara. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
Konflik lahan antara petani Toili dengan PT KLS sudah jauh dimulai sejak tahun 1990. Permasalahan muncul ketika PT KLS tersebut beroperasi diatas tanah adat yang sejak lama telah ditinggali oleh petani Toili.
Tidak hanya mengambil lahan, beroperasinya indusri kelapa sawit di lahan warga tersebut juga menyebabkan kerusakan lingkungan. Memasuki tahun 2010, konflik kian memanas ketika PT KLS menutup jalan menuju Desa Piondo, yang merupakan jalan produksi petani.
Merasa semakin dirampas haknya, pada Mei 2010 ratusan warga berunjuk rasa agar jalan tersebut dibuka kembali. Demo yang berujung risuh ini membuat Eva dijebloskan ke penjara selama 4 tahun. Ia dianggap sebagai pihak yang menghasut petani untuk melancarkan aksi tersebut. Namun, nyatanya dikurung 4 tahun lamanya tidak membuat Eva berhenti memperjuangkan hak masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Saat ini Saya berada di Kabupaten Sigi untuk menjalankan reforma agraria skala ke 4 ya, karena banyak sekali klaim-klaim masyarakat di kawasan hutan berpuluh-puluh tahun tidak pernah diselesaikan," bebernya.
"Itu diajukan menjadi usulan kolektif dari rakyat kabupaten untuk dilegalisasi atau diakui oleh negara, jadi saat itu saat ini itu yang saya kerjakan,” tutup Eva.