Jokowi: Kita Butuh Kritik Berbasis Data, Bukan Pembodohan

10 Desember 2018 11:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo membuka acara Konvensi Nasional Humas 4.0 di Istana Negara, Jakarta. (Foto: Jihad Akbar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo membuka acara Konvensi Nasional Humas 4.0 di Istana Negara, Jakarta. (Foto: Jihad Akbar/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perhimpunan Humas (Perhumas) Indonesia mengkampanyekan gerakan #IndonesiaBicaraBaik. Kampanye tersebut diapresiasi oleh Presiden Joko Widodo saat pembukaan Konvensi Humas Nasional 4.0 di Istana Negara hari ini.
ADVERTISEMENT
Jokowi mengatakan, sesuai fungsi, humas memiliki tugas untuk bicara baik tapi tanpa menutup fakta termasuk jika masih ada kekurangan. Kemudian untuk mencapai Indonesia yang baik, Jokowi melanjutkan, tetap dibutuhkan kritik dari pihak lain.
"Kalau mau Indonesia baik, kalau mau maju, kita membutuhkan kritik-kritik yang berbasis data. Tapi bukan pembodohan atau kebohongan, bukan narasi yang menebar pesimisme, narasi yang menakut-nakuti," kata Jokowi di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (10/12).
Menurutnya, gerakan #IndonesiaBicaraBaik merupakan bagian dari ajakan untuk hijrah dari pesimistis menjadi optimistis. Atau hijrah dari hoaks dan fitnah.
"Ajakan untuk hijrah dari semangat negatif ke semangat positif, dari hoaks atau fakta, dari kemarahan kemarahan ke kesabaran kesabaran, dari hal yang buruk buruk menjadi hal yang baik baik. Hijrah dari ketertinggalan menuju ke kemajuan," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Di era perkembangan teknologi saat ini, Jokowi mengatakan humas perlu beradaptasi. Sebab sebagian tugas-tugas kehumasan, seperti monitoring pemberitaan telah tergantikan dengan teknologi dan robot.
Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di Istana Negara. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di Istana Negara. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
Dia menilai saat ini dibutuhkan redefinisi kehumasan agar menyesuaikan perkembangan teknologi di era revolusi industri 4.0.
"Namun kerja kerja kehumasan tidak akan bisa diambil sepenuhnya oleh artifisial intelijen, enggak, saya percaya ini. Kerja mesin tetap dikendalikan oleh manusia, yang memutuskan arah kerja mesin tetap adalah manusia, yang memutuskan narasi-narasi kehumasan juga," tegasnya.
Oleh karena itu, ia meminta para humas untuk menjaga perannya di era revolusi industri 4.0. Yakni dengan tetap mengedepankan kearifan, kreativitas, dan tanggung jawab sosial.
"Kita bersama-sama tetap terus menebarkan optimisme terus bicara narasi-narasi yang mencerdaskan bangsa, terus menyampaikan narasi yang saling menginspirasi, terus kita saling berkolaborasi sehingga reputasi kita semakin terhormat, semakin bermartabat," kata Jokowi.
ADVERTISEMENT
Konvensi humas yang diikuti 800 orang humas dari pemerintahan dan swasta itu diadakan oleh Perhumas pada 10-11 Desember. Acara dipusatkan di Djakarta Theater XXI, Jakarta Pusat. Sesuai dengan nama, konvensi tahunan ini mengangkat tema 'Humas 4.0 Tantangan Kebangsaan & Reputasi Indonesia'.
Saat mengawali sambutan pembukaan, Jokowi sempat meminta maaf karena mengenakan setelan jas lengkap berwarna biru tua. Padahal dress code seharusnya adalah berpakaian batik.
Sebab usai membuka acara kehumasan, Jokowi akan melantik Gubernur Riau dan Bengkulu antarwaktu.
"Saya sudah tahu kalau pakai batik, nanti kalau pakai batik, lepas lagi ganti jas lagi. Bolak-balik, gonta-ganti. Pakaian yang biasanya itu sehari bisa ganti 4-5-6 kali karena gonta-ganti acara. Tapi ini tadi sudah, saya enggak mau ganti zudah. Sekali lagi saya mohon maaf dulu, nanti dipikir salah kostum," ujar Jokowi.
ADVERTISEMENT