news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Jurnalis Jepang yang Disandera Suriah Minta Maaf karena Merepotkan

2 November 2018 21:48 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jumpei Yasuda, jurnalis jepang yang diculik milisi suriah (Foto:  REUTERS/Issei Kato)
zoom-in-whitePerbesar
Jumpei Yasuda, jurnalis jepang yang diculik milisi suriah (Foto: REUTERS/Issei Kato)
ADVERTISEMENT
Jumpei Yasuda (44), jurnalis Jepang yang sempat ditahan 3 tahun oleh militan Suriah, meminta maaf kepada seluruh pihak yang membantu pembebasannya serta masyarakat Jepang. Ia mengaku sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakannya selama disandera Suriah.
ADVERTISEMENT
"Saya ingin menyampaikan permintaan maaf saya dan mengucapkan terima kasih kepada mereka yang bekerja untuk membebaskan saya dan yang mengkhawatirkan saya," kata Yasuda membungkuk meminta maaf, dilansir Reuters, Jumat (2/11).
"Saya sangat menyesal karena perbuatan saya telah menyebabakan pemerintah Jepang terlibat dalam masalah ini," imbuhnya.
Pada 2004 lalu, Yasuda juga pernah disandera kelompok milisi Timur Tengah di Baghdad, Irak. Saat itu, ia mendapatkan kritikan tajam karena dianggap merepotkan pemerintah dan menimbulkan perdebatan soal perlu tidaknya pelaporan dari zona perang.
Namun, Yasuda mengaku kritikan tersebut sebagai hal yang wajar. Ia juga sempat membela diri dengan menyebut pelaporan dari zona konflik merupakan hal yang krusial untuk memutuskan apakah tindakan pembunuhan dalam perang tersebut bisa diterima atau tidak.
ADVERTISEMENT
"Negara-negara membunuh orang dalam perang. Informasi ini mutlak dan dibutuhkan untuk memutuskan apakah tindakan seperti itu bisa diterima. Informasi itu harus datang tak hanya dari negara yang terlibat, tapi juga dari pihak ketiga," kata Yasuda.
Jumpei Yasuda, Jurnalis Jepang yang disandera di Suriah. (Foto: AFP/Jiji Press)
zoom-in-whitePerbesar
Jumpei Yasuda, Jurnalis Jepang yang disandera di Suriah. (Foto: AFP/Jiji Press)
Selama ditahan oleh militan Suriah, Yasuda mengaku sempat dituduh menguping pembicaraan para penculiknya. Menurutnya, itu adalah momen paling kelam sebelum ia dibebaskan setelah 40 bulan disiksa secara fisik dan psikis.
"Saya meminta kepada mereka untuk memecahkan gendang telinga saya, menghancurkan telinga saya, jika mereka khawatir saya mendengar terlalu banyak," kisahnya.
Selama ditahan, Yasuda selalu dipindahkan dari satu fasilitas penahanan ke fasilitas penahanan lainnya. Selama di lokasi, ia sama sekali tidak boleh menimbulkan suara bahkan dari embusan napas atau gerakan tubuh.
ADVERTISEMENT
"Dalam logika mereka, suara yang saya buat berarti saya sedang bergerak dan berusaha menguping mereka. Jadi setiap kali saya membuat suara, mereka akan mulai menyiksa dan mematikan lampu," jelasnya.
Hal itulah yang kemudian membuat Yasuda akhirnya memutuskan untuk masuk Islam. Sebab, dengan menjadi muslim, Yasuda mendapat kesempatan bergerak lebih banyak untuk beribadah.
Wartawan Jepang, Jumpei Yasuda. (Foto: Kyodo via REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Wartawan Jepang, Jumpei Yasuda. (Foto: Kyodo via REUTERS)
"Sebagai seorang muslim, Anda harus beribadah lima kali dalam sehari. Biasanya saya hanya bisa bergerak dua kali sehari, yaitu saat makan saja. Dengan berpindah ke Islam, saya mendapat kesempatan bergerak lima kali lebih banyak," kata Yasuda.
Yasuda juga mengaku sebenarnya tidak tahu siapa identitas penculiknya dan tidak tahu apa yang memicu pembebasan dirinya. Namun, saat ditanya soal keinginannya kembali meliput medan perang, Yasuda mengaku belum tahu.
ADVERTISEMENT
"Saya berpikir saya harus berbuat baik kepada orang tua saya. Jadi saya harus lebih hati-hati lagi dalam melakukan peliputan mulai dari sekarang," pungkasnya.
Sementara, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengucapkan terima kasih kepada Qatar dan Turki yang telah bekerja sama dalam pembebasan Yasuda. Selain itu, Abe juga menyebut pihak Jepang sama sekali tidak diminta membayar uang tebusan dalam pembebasan tersebut.