Jutaan Serangan Siber Mengancam KPU

20 Agustus 2019 16:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Focus Group Discussion HOAX dalam Pemilu 2019 di KPU, Jakarta, Selasa (20/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Focus Group Discussion HOAX dalam Pemilu 2019 di KPU, Jakarta, Selasa (20/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
KPU bersama dengan Badan Siber Sandi Negara, Mabes Polri, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menggelar Forum Group Discussion (FGD) membahas serangan hoaks selama dan sesudah pelaksanaan Pemilu 2019. Dalam FGD itu, terungkap bahwa selama pemilu KPU mendapat jutaan serangan siber.
ADVERTISEMENT
"Mungkin data di kami banyak (serangan siber ke KPU). Iya sekitar jutaan ada," kata Direktur Pengendalian Informasi, Forensik dan Digital BSSN Brigjen TNI Bondan Widiawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Secara keseluruhan, Bondan mengatakan, hasil pemantauan selama 2018 lalu, BSSN menemukan adanya 200 juta serangan siber yang ditujukan kepada seluruh lembaga pemerintahan. Data itu sudah diserahkan kepada lembaga terkait untuk segera ditindaklanjuti.
"Selama 2018 dari Januari sampai Desember itu 200 juta sekian, dan itu kita keluarkan resmi, itu kita berikan ke lembaga," ungkapnya.
Bondan menambahkan, pihaknya terus bekerja sama dengan Mabes Polri untuk berdiskusi dan melakukan upaya penegakan hukum kepada para pelaku penyerangan siber dan penyebar hoaks.
ADVERTISEMENT
"Kami bekerja sama dengan teman-teman di Polri, memang sangat dekat hal-hal yang kami kerjakan bahkan sampai di luar jam dinas sampai malam kita berkumpul di Bareskrim kita diskusi banyak seperti yang disampaikan Polri, memang betul karena saat kita analisis katakanlah serangan dari Twitter, itu kita bisa analisis," jelasnya.
Focus Group Discussion HOAX dalam Pemilu 2019 di KPU, Jakarta, Selasa (20/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara itu pakar komunikasi Henri Subiakto mengatakan, serangan siber maupun hoaks akan terus terjadi dalam pemilu selanjutnya termasuk Pilkada Serentak 2020. Sebab, saat ini hoaks sudah menjadi bagian dari politik.
"Karena hoaks ini sudah boleh dikatakan part of the political game. In every countries not only in Indonesia ya, tetapi banyak negara yang terutama adalah negara-negara yang liberal atau demokrasi yang bebas. Itu terjadi," kata Henri.
ADVERTISEMENT
Henri yang juga merupakan Staf Ahli Menkominfo memastikan pemerintah akan terus berupaya agar penyebaran hoaks dalam pemilu selanjutnya tidak masif seperti Pemilu 2019. Ia meminta kerja sama dengan seluruh pihak terkait salah satunya platform media sosial.
"Kalau pemerintah kan sudah punya UU, mencoba untuk mengembangkan UU itu, kalau UU ITE kan yang dikenakan sanksi pelaku-pelakunya yang nyebar, yang buat. Sekarang mau disiapkan pengganti PP 82 platformnya juga akan dimintai pertanggungjawaban," tegas Henri.
"Platform itu misalnya FB-nya atau whatsapp-nya, kalau anda membiarkan konten-konten ilegal yang melanggar UU itu dibiarkan maka dia bisa kena denda, bisa kena (sanksi) administrasi," tambahnya.
Selain itu, Henri juga meminta bantuan dari tokoh-tokoh maupun elite politik yang menjabat saat ini. Tanpa adanya bantuan mereka, masyarakat yang ada di bawah akan terus bersitegang.
ADVERTISEMENT
"Makanya kalau elite politik mulai bertemu, Pak Prabowo bertemu dengan Pak Jokowi bertemu, Pak Surya Paloh juga bertemu dengan Pak Anies, kan itu bagus. Mudah-mudahan saja enggak kebentuk kubu baru dan pelaku baru ya, tapi ideologinya sama jangan sampai seperti itu. Artinya kalau orangnya beda, tapi ideologi politiknya sama, kan itu sama saja," tutup Henri.