Kadis Bina Marga Lampung Tengah Didakwa Menyuap Anggota DPRD Rp 9,6 M

7 Mei 2018 21:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Kadis Bina Marga Lampung Tengah. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Kadis Bina Marga Lampung Tengah. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah, Taufik Rahman, didakwa menyuap anggota DPRD yang jumlahnya hingga miliaran rupiah. Perbuatan itu dilakukannya bersama-sama dengan Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah.
ADVERTISEMENT
Para pihak yang disebut menerima suap adalah Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achmad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri, Bunyana dan Zainuddin. Achmad Junaidi adalah Ketua DPRD, sementara Natalis adalah Wakil Ketua DPRD. Dari keenam nama tersebut, hanya Natalis dan Rusliyanto yang sudah dijerat sebagai tersangka.
Penuntut umum menyebut bahwa suap itu diberikan agar DPRD Kabupaten Lampung Tengah memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018.
Selain itu, juga agar menandatangani surat pernyataan kesediaan Pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk dilakukan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBU) Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar.
"Keseluruhannya (suap) sejumlah Rp 9.695.000.000," kata jaksa Ali Fikri membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/5).
Sidang Kadis Bina Marga Lampung Tengah. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Kadis Bina Marga Lampung Tengah. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
Hal ini berawal ketika Pemkab Lampung Tengah berencana meminjam uang Rp 300 miliar kepada PT SMI untuk pembangunan proyek infrastruktur berupa ruas jalan dan jembatan yang akan dikerjakan oleh Dinas PUPR Lampung Tengah.
ADVERTISEMENT
Terkait itu, Mustafa memerintahkan Taufik bersama Madani selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Abdul Haq selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dan I.G Suryana selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (BALITBANG), untuk membahas rencana penggunaan dana pinjaman dan menyiapkan usulan jalan dan jembatan yang menjadi prioritas untuk dibangun di Kabupaten Lampung Tengah.
Setelah beberapa kali melakukan koordinasi dengan pihak PT SMI, BUMN itu menyetujui pinjaman tersebut. Namun pinjaman itu harus melalui persetujuan DPRD.
Namun kemudian, Natalis meminta uang Rp 5 miliar kepada Mustafa untuk memuluskan persetujuan itu. "Terdakwa beberapa hari kemudian dihubungi oleh Natalis dan disampaikan adanya tambahan permintaan uang sebanyak Rp 3 miliar untuk diberikan kepada Ketua DPD dari Partai Demokrat, PDIP dan Partai Gerindra," ungkap Jaksa.
ADVERTISEMENT
Mustafa kemudian memerintahkan Taufik mencari uang itu dengan meminta kepada para rekanan yang nantinya akan mengerjakan proyek Tahun Anggaran 2018 yang dananya berasal dari pinjaman tersebut. Taufik menawarkan proyek namun meminta rekanan itu membayar terlebih dahulu commitment fee.
Sidang Kadis Bina Marga Lampung Tengah. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Kadis Bina Marga Lampung Tengah. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
Dua rekanan yakni, Simon Susilo dan Budi Winarto alias Awi menyanggupinya. Simon menyanggupi dan memilih dua paket proyek yang total nilai anggarannya sebesar Rp 67 miliar.
Simon kemudian berjanji bersedia memberikan kontribusi atau komitmen fee sebesar Rp 7,5 miliar. Sedangkan Budi memilih 1 proyek dengan nilai proyek Rp 40 miliar. Ia bersedia memberikan komitmen fee Rp 5 miliar.
"Terdakwa memerintahkan Rusmaladi untuk mengambil uang dari Simon dan Budi yang totalnya Rp 12,5 miliar," kata Jaksa.
ADVERTISEMENT
Setelah terkumpul, Taufik kemudian melaporkan kepada Mustafa. Uang kemudian dibagikan secara bertahap sejak November sampai dengan Desember 2017 dengan total penyerahan uang sebesar Rp 8.695.000.000. Berikut uang yang diberikan kepada anggota DPRD Kabupaten Lamteng :
A. Kepada Natalis melalui Rusmaladi, Rp 2 miliar. Uang tersebut diserahkan oleh Rusmaladi kepada orang suruhan Natalis.
Uang tersebut untuk bagian Natalis Rp 1 miliar. Sedangkan sisanya sebesar Rp1 miliar Natalis diserahkan kepada iwan Rinaldo Syarief selaku Plt. Ketua DPC Partai Demokrat Lamteng.
B. Kepada Raden Zugiri selaku Ketua Fraksi PDIP secara bertahap melalui Rusmaladi dan Aan Riyanto Rp 1,5 miliar.
C. Kepada Bunyana alias Atubun anggota DPRD Kabupaten Lamteng melalui Erwon Mursalin selaku Ajudan MUSTAFA sebesar Rp 2 miliar. Uang itu diperuntukkan untuk dibagikan kepada seluruh Anggota DPRD Lamteng.
ADVERTISEMENT
D. Kepada Zainuddin selaku Ketua Fraksi Gerindra melalui Andri Kadarisman Rp 1,5 miliar. Diperuntukkan untuk Gunadi Ibrahim selaku Ketua Partai Gerindra Provinsi Lampung.
E. Kepada Natalis, Raden dan Zainuddin melalui Andri Kadarisman Rp 495 juta.
F. Kepada Achmad Junaidi selaku Ketua DPRD Kabupaten Lamteng melalui Ismail Rizki, Erwin Mursalin dan Ike Gunarto, sebesar Rp 1,2 miliar.
Jaksa menyebut setelah permintaan uang anggota DPRD itu terpenuhi, kemudian unsur Pimpinan DPRD Lamteng pada tanggal 21 November 2017, mengeluarkan persetujuan Rencana Pinjaman Daerah Pemkab Lampung Tengah kepada PT SMI.
Namun PT SMI menyatakan masih ada yang kurang yakni kurang surat pernyataan kepala daerah yang disetujui pimpinan DPRD mengenai kesediaan pemotongan DAU dan DBH secara langsung, apabila terjadi gagal bayar.
ADVERTISEMENT
Untuk mendapatkan persetujuan tersebut, Mustofa kembali menemui Natalis. Namun Natalis kembali meminta uang Rp 2,5 miliar jika ingin syarat tersebut dipenuhi. Taufik kemudian meminta uang itu kepada rekanan lain yakni Miftahullah Maharano Agung.
Miftahullah lalu memberikan Rp 900 juta. Uang itu digenapkan menjadi Rp 1 miliar dari dana taktis Dinas Bina Marga. Uang pada akhirnya diserahkan kepada Natalis melalui Andi Perangin-angin pada 13 November 2017.
Sehari setelah uang diserahkan, KPK menangkap Natalis dan Rusliyanto. Namun dalam penangkapa itu, KPK hanya menemukan uang Rp 996.150.000.
Atas perbuatanya, Taufik Rahman disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lain telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT