news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kamis 19 Juli, Eks Wapres Boediono akan Bersaksi di Sidang Kasus BLBI

18 Juli 2018 12:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Wapres, Boediono usai di periksa KPK (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Wapres, Boediono usai di periksa KPK (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK terus memanggil saksi-saksi yang diduga mengetahui dugaan korupsi dalam penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
ADVERTISEMENT
Setelah tiga mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Rizal Ramli dan Kwik Kian Gie, selanjutnya KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Wakil Presiden Boediono.
Ia akan bersaksi dalam persidangan untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN),Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis, (19/7). Boediono akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Menteri Keuangan era Presiden Megawati.
"Iya, betul (Boediono jadi saksi), untuk sidang besok pagi," ujar humas Pengadilan Tipikor Jakarta Sunarso saat dihubungi kumparan, Rabu (18/7).
Syafruddin Arsyad Temenggung kembali mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Syafruddin Arsyad Temenggung kembali mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Selain Boediono, kata Sunarso, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK turut memanggil pengacara senior Todung Mulya Lubis sebagai saksi dalam persidangan tersebut. Sunarso mengatakan, JPU KPK hanya mengajukan dua saksi dalam proses persidangan besok.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada (saksi lain), hanya dua (Boediono dan Todung) saja setahu saya," kata Sunarso menambahkan.
Dalam dakwaan JPU KPK, Syafruddin didakwa melakukan perbuatan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Perbuatan Syafruddin itu disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Syafruddin menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) penerima BLBI, Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul belum memenuhi syarat untuk mendapat SKL, karena belum menyelesaikan kewajibannya terkait piutang kepada petani tambak.
BDNI milik Sjamsul mendapat BLBI sebesar Rp 37 triliun yang terdiri dari fasilitas surat berharga pasar uang khusus, fasilitas saldo debet dan dana talangan valas. Selain itu, BDNI juga disebut menerima BLBI sebesar Rp 5,4 triliun dalam periode setelah 29 Januari 1999 sampai dengan 30 Juni 2001 berupa saldo debet dan bunga fasilitas saldo debet.
ADVERTISEMENT
Namun kemudian BDNI melakukan penyimpangan dalam penggunaan dana puluhan triliun tersebut. BPPN kemudian menetapkan BDNI sebagai bank yang melakukan pelanggaran hukum.
Atas perbuatannya, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Ri Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.