Kampanye Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi Lebih Banyak Sensasinya

17 November 2018 10:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dikusi warung daun polemik narasi gaduh politik kisruh, Sabtu (17/11/2018). (Foto: Pulina Heras/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dikusi warung daun polemik narasi gaduh politik kisruh, Sabtu (17/11/2018). (Foto: Pulina Heras/kumparan)
ADVERTISEMENT
Masa kampanye Pilpres 2019 sudah berjalan selama satu setengah bulan. Selama itu, Lembaga Survei Indonesia menilai capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi lebih menjual sensasi daripada gagasan yang akan dijalankan apabila terpilih dalam pemilihan presiden.
ADVERTISEMENT
"Kampanye saat ini lebih banyak noisenya yang lebih banyak sensasi. Itu terbukti dari hasil penelitian LSI satu bulan berjalan yang menjadi top isu adalah isu sensasional. Ini kemudian mendominasi di media dan media sosial," kata Peneliti LSI Adjie Alfaraby dalam diskusi polemik 'Narasi Gaduh, Politik Kisruh' di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (17/11).
Menurut Adjie pertarungan antara Jokowi-Prabowo bukan merupakan hal baru dalam Pilpres. Untuk itu, ia menganggap seharusnya kedua calon presiden tidak perlu terlalu mengumbar sensasionalitas. Sebab menurutnya gagasan lebih diharapkan oleh masyarakat.
"Ini bukan pertarungan baru sehingga publik tahu siapa Jokowi siapa Prabowo. Sehingga isu yang bersifat sensasional untuk meningkatkan popularitas untuk mengambil simpati seharusnya lebih kepada narasi," kata Adjie.
Jokowi (kiri) dan Prabowo (kanan) bergandengan usai menandatangani deklarasi kampanye damai Pemilu 2019 di Monas, Jakarta, Minggu (23/9/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi (kiri) dan Prabowo (kanan) bergandengan usai menandatangani deklarasi kampanye damai Pemilu 2019 di Monas, Jakarta, Minggu (23/9/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
"Keduanya terkenal, sehingga diharapkan adanya gagasan yang muncul," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Adjie mengkhawatirkan, apabila tim Jokowi-Prabowo terus menggunakan isu sensasional, pemilih akan menganggap kedua calon memiliki representasi yang buruk. Karena itu, pemilih akan memilih calon terbaik dari yang terburuk.
"Yang pertama saya khawatir timses akan membawa pemilih (melihat calon) sama-sama buruk. Jadi memilih yang buruk daripada yang terburuk," tutupnya.