Kampus Bukan Sumber Penyebaran Radikalisme, Media Sosial Berpengaruh

9 Juni 2018 16:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Effendi Gazali di Diskusi Perspektif Indonesia. (Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan)
BNPT merilis daftar 7 PTN yang diduga terpapar radikalisme. Pengamat Komunikasi Politik Effendi Ghazali mempertanyakan dasar rilis tersebut, sebab menurutnya sumber penyebaran paham radikal ke mahasiswa tak hanya berasal dari kampus.
ADVERTISEMENT
Menurut dosen FISIP Universitas Indonesia (UI) itu, berkembanganya teknologi membuat mahasiswa era kini dapat dengan mudah terpapar radikalisme melalui beragam media sosial. Hal itu dapat dicegah oleh para tokoh bangsa hingga ulama.
"Radikalisme bisa dilawan oleh kalau betul kita punya tokoh-tokoh bangsa bangsa yang luar biasa besar. Ulama-ulama berpengaruh yang ada di organisasi ataupun mereka yang berakar di masyarakat kita," kata Effendi dalam diskusi "Gerakan Radikal di Kampus?" di Gado-gado Boplo, Jalan Gereja Theresia, Jakarta Pusat, Sabtu (9/6).
"Karena mahasiswa itu juga mendapat segala macam pengaruh dari media sosial, televisi dan juga berhadapan dengan mereka yang dianggap menyebar ajaran radikalisme di kampus-kampus," imbuhnya.
Effendi meminta pemerintah untuk tak tergesa-gesa merilis nama kampus yang diduga terpapar radikalisme. Agar rilis itu dapat dipertanggungjawabkan, perlu ada kajian lebih detail terkait hal tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jadi kesan itu jangan panik dulu. Perlu dikaji. Mungkin saja Pak Nasir (Menristekdikti) punya pertimbangan-pertimbangan tertentu," tegas Effendi.
Dalam kesempatan yang sama, Letkol Dr. Kusuma berpendapat radikalisme dapat dihindari dengan penanaman nilai pancasila dan kenegaraan. Jika sudah tetanam rasa cinta terhadap negara dalam diri mahasiswa, radikalisme dapat terkikis sendirinya.
"Saya sekolah dulu tidak ada yang terkena radikalisme, mungkin karena ada pelajaran pancasila dan kenegaraan. Jadi bagaimana kebanggaan terhadap bangsa diberikan kepada mahasiswa. Ruang dialog dibuka, ini nanti memungkinkan paham radikal tereliminasi dengan sendirinya," pungkas Kusuma.