Kapitra: Isu Perusakan Bendera Demokrat Lebay dan Dibesar-besarkan

16 Desember 2018 11:13 WIB
Kapitra Ampera di Posko Cemara. (Foto: Rafyq Alkandy Ahmad Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kapitra Ampera di Posko Cemara. (Foto: Rafyq Alkandy Ahmad Panjaitan/kumparan)
ADVERTISEMENT
PDIP mengklarifikasi video pengakuan pelaku perusakan atribut Partai Demokrat yang dituduh dipesan oleh partai berkuasa. PDIP justru mempermasalahkan pihak yang memviralkan video tersebut.
ADVERTISEMENT
Politikus PDIP Kapitra Ampera mengatakan, video tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya. Menurutnya, video yang direkam kemudian diviralkan juga merupakan suatu tindak kejahatan.
"Kita tak tahu, dia beri keterangan di mana, seseorang direkam dan diviralkan ini kejahatan tidak? sementara dia (BD) belum tentu bersalah. Ini bukan etika politik, seharusnya diberikan dulu ke polisi," ujar Kapitra di Pekanbaru seperti dilansir Antara, Minggu (16/12).
Ia menambahkan, orang PDIP yang dituduh melakukan pesanan atas perusakan atribut belum tentu pengurus, bisa saja simpatisan. Dia juga mengatakan tak pernah mendengar ada nama BD di kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah maupun Pusat seperti yang dituduhkan dalam video itu.
"Jadi saya lihat ada 'lebay' di sini supaya dibesar-besarkan. Kalau paham aturan di republik ini harusnya dikasih ke kepolisian. Ini main hukum sendiri, ini yang tidak bijak," kata Kapitra.
Bendera Partai Demokrat Dirobek di Pekanbaru, Riau. (Foto: Twitter/@AgusYudhoyono)
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Partai Demokrat Dirobek di Pekanbaru, Riau. (Foto: Twitter/@AgusYudhoyono)
Meski begitu, pihaknya juga melakukan investigasi melalui tim advokatnya terhadap video tersebut. "Diperkirakannya itu adalah kebetulan "Orang Pasar" yang fanatik pada calon presiden yang diusung partainya," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, pelaku tersebut merasa seolah-olah SBY mencari kesempatan dalam kesempitan serta berupaya menghapus jejak Presiden Jokowi di Pekanbaru. Padahal, lanjutnya, kedatangan Jokowi ke Pekanbaru adalah sebagai presiden bukan calon presiden.
"Makanya tidak ada satupun kalimat atribut yang menyatakan dukungan untuk Jokowi menjadi presiden untuk kedua kalinya. Semua seremonial yang dilakukan sangat sakral, tidak ada berkaitan dengan politik praktis," tutup Kapitra.