Kapok Berbisnis Narkoba, Napi di Banda Aceh Ingin Jualan Roti

27 Juni 2019 17:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Farid, dan warga binaan lapas lambaro lainnya saat sedang sibuk membuat roti. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Farid, dan warga binaan lapas lambaro lainnya saat sedang sibuk membuat roti. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Farid (24) begitu telaten menguleni roti di atas meja adonan berbahan stainless. Mengenakan celemek dan sarung tangan berwarna putih, lelaki itu selayaknya seorang pembuat roti profesional.
ADVERTISEMENT
Beberapa adonan roti yang telah selesai diaduk dimasukkan ke dalam mixer. Sementara yang sudah matang, dikeluarkan dan diletakkan di atas meja. Kedua tangan Farid lalu menumpahkan meses cokelat di atasnya.
Setelah semua proses pembuatan selesai, roti-roti itu lalu diserahkan ke teman di sebelahnya yang bertugas mengemas ke dalam plastik, berlabel 'Kayna Labanda Bakery'. Usaha ini merupakan karya warga binaan Lapas Kelas IA Banda Aceh.
Di balik hotel prodeo itu, Farid menumpahkan penyesalan kejahatan masa lalunya dengan mengikuti bimbingan pelatihan roti yang diadakan pihak lapas. Farid tidak sendiri, dia mengolah roti-roti itu bersama dengan sembilan napi lainnya.
“Sangat membimbing dan menambah wawasan, khususnya mengasah kemampuan di bidang pembuatan roti. Sehingga setelah dari sini (Lapas) kami bisa membuka usaha sendiri,” kata Farid kepada kumparan, Kamis (27/6).
Farid, warga binaan lapas lambaro yang mengaku kapok jual narkoba dan ingin berjualan roti Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Narkoba telah membutakan pikiran Farid. Ia dijatuhi hukuman selama 6 tahun penjara akibat berbisnis barang haram itu. Untuk mengisi aktivitas sehari-hari di dalam lapas, Farid memilih mengasah kemampuan di bidang pembuatan roti, alasannya sederhana, dia kapok menjual narkoba.
ADVERTISEMENT
“Jujur menyesal dan kapok, kenapa saya mau belajar membuat roti seperti ini ialah sebagai modal diri. Selepas dari lapas, dari pada saya menjual narkoba lagi mending saya jualan roti,” keluhnya.
Usaha roti karya warga binaan Lapas Banda Aceh telah berlangsung sejak 3 bulan terakhir. Setiap harinya para napi mampu memproduksi 300 roti. Roti-roti itu dijual ke sejumlah toko dan lapas atau rutan lainnya di Aceh. Proses pembuatan itu dikerjakan oleh 10 orang warga binaan.
“Yang mengerjakan ini sudah tetap. Kami diajarkan membuat roti boy, roti bunga, sosis, pizza, keju, dan roti manis. Hasil dari produksi kami juga sudah dijual," kata Farid.
Farid, dan warga binaan lapas lambaro lainnya saat sedang sibuk membuat roti. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Hal senada juga disampaikan Rusli, rekan kerja Farid yang juga ikut dalam usaha produksi roti di Lapas Banda Aceh. Rusli dipenjara juga karena tersandung kasus narkoba. Rusli ikut dalam pelatihan tersebut, lantaran ingin memiliki skill dan berniat untuk menghilangkan kebiasaannya.
ADVERTISEMENT
“Kalau di luar nanti tidak lagi lalai dengan narkoba, kami sudah punya skill untuk buka usaha sendiri,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenkumham Aceh, Agus Toyib, mengatakan, Lapas Kelas IA Banda Aceh memiliki program penggalian bakat minat bagi setiap tahanan atau napi yang masuk. Beranjak dari itu, para napi nantinya akan diajarkan keterampilan sesuai bakat masing-masing.
Seperti halnya program pembuatan roti yang saat ini sedang berjalan. Hasil produksi itu merupakan murni karya para warga binaan yang mengasah bakat mereka di bidang pembuatan roti.
“Setelah bebas nanti mereka bisa memanfaatkan keterampilan ini. Mereka bisa menjual kue, hanya saja tinggal mengupayakan bahannya sedangkan caranya sudah tahu,” kata Agus.
Farid, dan warga binaan lapas lambaro lainnya saat sedang sibuk membuat roti. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Produksi roti hasil karya para napi tersebut, kata Agus, masih dalam tahap percobaan. Jika usaha ini mendapat respons positif dari masyarakat, maka program seperti ini akan dikembangkan di lapas/ rutan lainnya di Aceh.
ADVERTISEMENT
“Kuenya sudah kita pasarkan ke toko-toko terdekat, dalam sehari ada 500 kue. Ini masih uji coba kita melihat bagaimana minat masyarakat jika memang positif akan kita kembangkan ke lapas lain,” ujarnya.
Proses pembuatan dan penjualan roti ini dinaungi oleh koperasi lapas. Koperasi lapas juga akan mengatur masalah keuntungan dan bagi hasil dari penjualan roti ini.
“(Hasil penjualan) tidak untuk keuntungan perorangan, ada persentasenya, ada upah atau premi kepada napi yang ikut bekerja dan menghasilkan. Tidak semua keuntungan untuk koperasi,” tutur Agus.
Agus menjelaskan untuk mendorong minat dan bakat masing-masing napi, petugas lapas mencatat dan mendata sesuai keterampilan napi masing-masing.
“Karena kalau sesuai dengan minat jadinya positif, karena dia senang ingin punya pengetahuan seperti cara buat roti,” ujar dia.
ADVERTISEMENT