Kapolres Cianjur AKBP Soliyah: Sniper dengan 4 Anak

28 Januari 2018 16:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Berbagai macam camilan dan minuman ringan berjejer di meja tamu ruang Kapolres Cianjur. Di bawah makanan ringan nastar dan beberapa manisan tersebut, terpasang sebuah peta wilayah Kabupaten Cianjur yang tergambar layaknya peta medan pertempuran.
ADVERTISEMENT
Di ruangannya yang cukup luas, Kapolres Cianjur AKBP Soliyah menyambut kami di meja panjang andalannya. Meja beserta peta tersebut berguna ketika membahas perihal operasional kepolisian. Selain berbicara dengan bawahannya, meja tersebut juga ia gunakan untuk menyambut tamu.
Soliyah belum lama menghuni ruangan itu. Baru tiga minggu menjabat sebagai Kapolres ketika kumparan (kumparan.com) mengunjunginya pada Minggu (31/1). Soliyah resmi diangkat sebagai Kapolres pada 7 Desember 2017.
Awal obrolan berisi sambutan hangat tuan rumah yang menyambut kami tamu dari jauh. Ia baru saja selesai menghadiri acara peresmian rumah layak huni bersama jajaran pemerintah setempat.
AKBP Soliyah (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Bordir yang terpasang di bahu kanan AKBP Soliyah tertulis “Gegana” tampak mencolok dan mengubah seluruh perbincangan basa-basi kami. Badge di bahu kanan seorang prajurit menandakan dari mana prajurit tersebut berasal. Soliyah lahir dari satuan khusus yang tergabung dalam Gegana yang masuk ke dalam pasukan elite Polri Brigade Mobil atau yang biasa dikenal dengan nama Brimob.
ADVERTISEMENT
Soliyah bukan seperti Kapolres kebanyakan yang berasal dari sekolah perwira Akademi Kepolisian. Ia adalah prajurit yang merangkak dari posisi bawah yang mengawali karier dengan pangkat rendah bintara.
Pilihannya masuk Brimob memang berbeda dari kebanyakan remaja perempuan seusia Soliyah saat itu. Tapi Soliyah mengaku bahwa masa remajanya begitu nyeleneh.
“Memang dari saya gadis, saya suka olah raga, ikut Merpati Putih, ikut basket, ikut renang, saya sukanya balapan motor, sampai ditangkap polisi,” ujarnya terkekeh.
AKBP Soliyah memimpin upacara kenaikan pangkat (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Ketika Brimob membuka pendaftaran, Soliyah langsung mendaftar. “Saya lihat Brimob itu gagah, nah itu lah saya,” ucapnya menjelaskan alasannya masuk ke dalam satuan elit milik Polri.
Tahun 1991, Soliyah diterima di Brimob. Soliyah langsung digembleng di pusat pelatihan Brimob di Watukosek. Ternyata, hanya ada dua perempuan di antara 125 laki-laki yang terpilih sebagai anggota baru. Ia harus konsekuen pada pilihannya meski harus menjalani latihan fisik dan mental habis-habisan di Watukosek di tengah keriuhan kaum adam.
ADVERTISEMENT
“Ya awal-awalnya canggung ya pasti. Apa lagi mau ambil minum itu. Itu main masukin aja. Aduh kita kan kaya jorok gitu ya. Tapi lama-lama ya sudah kebiasaan, namanya juga kebutuhan ya.”
Nada bicara Soliyah benar-benar santai seperti sedang mengingat momen manis. Padahal Brimob sebagai satuan elite Polri menjalani tempaan yang tidak mudah. Namun Soliyah berhasil melewatinya.
Dari berbagai kecabangan dalam satuan Gegana mulai dari antiteror hingga penjinakan bahan peledak, Soliyah ditempatkan sebagai sniper. Nasib itu bukan datang tiba-tiba seperti sebuah lotre. Soliyah menunjukkan performanya dalam latihan menembak.
“Saya terus dilihat dari ranking hasil menembak. Nembak kelas satu, hasilnya dimasukkan ke Gegana,” kenangnya.
AKBP Soliyah dan Letkol CZI Hidayati (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Ia melanjutkan karier di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Hari demi hari dilalui dengan latihan menembak. Sniper tidak boleh lengah. Latihan diisi menembakkan peluru tajam dengan target balon yang dibawa oleh rekannya.
ADVERTISEMENT
Ia dan rekan-rekannya silih berganti menembak dan menjadi target. Setiap hari ia dihadapkan pada kondisi layaknya pertempuran yang bisa mengambil nyawa kapan saja. Begitu terus, setiap hari, hingga tahun 1999.
Dari latihan itu ia menemukan pasangannya. Ia dan suami awalnya merupakan partner latihan tembak. Sebuah kisah cinta menyerempet peluru senjata Styer kaliber 45 mm yang sangat mematikan.
AKBP Soliyah memimpin upacara kenaikan pangkat (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Kerja keras membawanya dari Bintara menjadi Perwira pada tahun 2000. Ia naik pangkat menjadi Ipda. Naik pangkat, Soliyah digeser ke satuan non-tempur dengan mengurusi psikologi dan media.
Soliyah tidak pernah diberangkatkan ke operasi tempur. Gegana sempat mendapat panggung selepas tahun 2000. Pasca reformasi, Indonesia malah ditimpa konflik horisontal yang mematikan. Konflik bersenjata di Aceh, kekerasan komunal di Ambon. Ditambah, kasus serangan teroris pada awal tahun 2000-an. Tentu Polri memiliki banyak pekerjaan rumah.
ADVERTISEMENT
Kemampuan menembak jitu Soliyah tak pernah sekalipun diuji di medan laga. Tapi ia tidak patah semangat. Ia tidak mau seperti insinyur kehilangan proyek atau pedagang kehilangan pembeli. Setiap kesempatan ia jalani dengan sungguh-sungguh.
Ia teringat ucapan mantan komandannya mantan Dankor Brimob Irjen Jusuf Manggabarani. “Walau kamu bisa, kamu harus lebih bisa lagi. Itu yang saya selalu ingat-ingat terus. Jadi saya harus bisa.”
Kariernya melangkah mantap. Ia diberi kesempatan untuk sekolah ke jenjang selanjutnya di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian. Selepas sekolah dan berpangkat Iptu, ia ditempatkan di kesatuan wilayah. Polres Purbalingga menjadi langkah awalnya meniti karier di wilayah.
AKBP Soliyah memimpin upacara kenaikan pangkat (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Ia kemudian menyela dengan menelepon salah seorang bawahannya. Ia memerintahkan bawahannya untuk mengecilkan bajunya yang longgar. Soliyah meminta baju lapangan yang akan ia gunakan sorenya harus pas dengan ukuran tubuhnya.
ADVERTISEMENT
Telepon dilakukan pukul 11.00 WIB, kurang dari 4 jam sebelum apel sore kesiapan pengamanan malam tahun baru yang mana baju harus benar-benar siap. Mengecilkan baju dalam kurun waktu demikian singkat menurut kami tidak mungkin.
Tapi, ia lagi-lagi terkekeh. “Saat menjadi bawahan kami sudah terbiasa melaksanakan perintah dan harus selalu siap,” ujar Soliyah santai. Karier keprajuritan Soliyah memang telah malang melintang. Berbagai perintah atasan, seaneh apapun perintahnya, harus dilaksanakan.
Soliyah pernah ditempatkan di beberapa wilayah seperti Polres Purbalingga, Polres Banjarnegara, Polres Purworejo, dan Akademi Kepolisian. Posisi di berbagai satuan fungsi seperti intelijen hingga lalu lintas.
“Tapi alhamdulillah masih sehat aja,” ucapnya dengan tawa yang menggelegar.
AKBP Soliyah (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Tidak banyak polisi yang berangkat dari pangkat bintara mampu melaju hingga menjadi perwira menengah. Jalur perwira biasanya diisi oleh anggota Polri yang lulus dari Akpol. Soliyah adalah bintara dengan prestasi menonjol.
ADVERTISEMENT
Keistimewaan Soliyah tidak hanya itu. Ia mampu menampilkan diri di tengah keriuhan polisi laki-laki. Jumlah polwan hanya lima persen dari total anggota Polri secara keseluruhan.
Polwan diakui kerap terbebani oleh peran domestiknya sebagai seorang istri dan ibu. Menjadi ibu dan meneruskan karier sebagai seorang polisi seperti memilih arah di persimpangan jalan. Ia tidak bisa saling menopang dan seakan saling mengorbankan satu sama lain.
Soliyah memiliki empat orang anak. Sejak memperoleh pangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) pada tahun 2005, Soliyah sudah terbiasa tinggal jauh dari anak-anaknya. Dalam pengabdian tugas, terdapat belahan kosong dalam jiwa Soliyah yang hanya dapat diisi oleh putra-putranya.
Jauh dari keluarga membuat perempuan penembak jitu ini tidak bisa mengelak dari kerinduan. “Terkadang saya berpikir, saya tidur sendiri padahal anak saya di sana kepingin di dekat ibunya. Saya kadang-kadang menangis juga kalau ingat anak,” ceritanya mengenang kisah sepuluh tahun silam.
ADVERTISEMENT
Namun di satu sisi ia mengambil pilihan untuk berkarier juga demi anak. Soliyah sadar bahwa tidak banyak bintara yang diberi jalan untuk mengembangkan karier. Meski ia juga harus tetap menjalankan peran sebagai ibu meski dari jauh.
“Saya harus bertekad karena memang hidup itu adalah pilihan dan saya mengambil pilihan untuk menekuni karir saya dan saya berusaha bagaimana saya menyeimbangkan antara karir dan keluarga,” ucapnya.
Setelah menjadi Kapolres, kesibukannya semakin bertambah. Anak-anaknya tetap tinggal di Purbalingga bersama sanak familinya. Setiap ada waktu luang, ia selalu berusaha menanyakan kabar suami dan keempat putranya.
Kerinduan Soliyah terbayar ketika masa liburan tiba. Ia bercerita bahwa putra bungsu serta ayah dan ibu Soliyah tengah berkunjung untuk menghabiskan liburan di Cianjur. Meski hari itu sibuk mempersiapkan pengamanan tahun baru, Soliyah mencuri waktu di jam makan siang untuk pulang ke rumah.
ADVERTISEMENT
Masih berbalut seragam lengkap, Soliyah memeluk anaknya yang belum mandi dan masih sibuk bermain gawai. Sisi keibuan tampak ia curahkan sepenuhnya untuk anak yang sangat jarang ia temui karena kesibukan. “Ya memang sih alhamdullilah selama ini anak-anak dekatnya sama saya,” ucapnya.
AKBP Soliyah saat di rumah (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Keluarga Soliyah begitu suportif terhadap kariernya. Ia dibesarkan dalam keluarga yang demokratis. Setiap pilihan hidup Soliyah mulai dari hobinya yang sangar hingga memutuskan menjadi polisi mendapat dukungan dari kedua orang tuanya. Ayahnya menghendaki anak perempuannya mandiri.
Ayah Soliyah, Kardono, duduk bersantai di sofa belakang rumah. Ia bercerita anak perempuan tomboi sekarang sukses dengan jalan yang ia pilih. “Saya senang banget dia jadi Kapolres, tidak terduga lah jadi Kapolres,” ujar Kardono.
ADVERTISEMENT
Selagi menceritakan kisah anak sulungnya itu, suara Kardono mulai terbata-bata. Tak lama kemudian air mata Kardono mulai mengalir perlahan membasahi wajahnya.
“Gini nih saya kalau cerita kaya gini nggak kuat ngomong. Ini keluar air matanya, bangga banget saya. Benar-benar tidak terkira bangganya, ” tutur Kardono sambil memperlihatkan matanya yang terus mengeluarkan air mata.
AKBP Soliyah dan Letkol CZI Hidayati (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Malam tahun baru di Puncak berjalan lancar. Tidak ada kemacetan parah dan nihil aksi kriminal yang menonjol. Cianjur aman terkendali pada malam pergantian tahun. Namun tantangan yang dihadapi Soliyah akan terus muncul setiap hari. Ia dan jajarannya harus tetap waspada.
Beberapa hari setelahnya, Soliyah mengunggah video aksinya menembak tatkala berkunjung ke Batalyon Raider TNI AD Cianjur. Di dalam foto tersebut, Soliyah tidak hanya melakukan aksi menembak biasa. Ia melakukan atraksi menembak gaya kayang dan menembak dengan melihat pantulan cermin.
ADVERTISEMENT
Di jarak kurang lebih 100 meter, Soliyah membidik dua target yang berupa keramik putih. Target pecah dalam satu kali tembakan meski Soliyah menembak lewat atraksi tak biasa.
“Alhamdulillah masih ingat. Padahal sudah hampir 20 tahun tidak atraksi seperti itu,” tulisnya dalam pesan singkat.
Soliyah terus melaju. Ia akan terus memberantas kejahatan di Kabupaten Cianjur satu demi satu. Meski tawa dan ramah selalu tampak di wajahnya, tapi ia tetap seorang penembak jitu yang tenang tanpa takut.