Kapolres Jakpus: Polisi Diadu Domba oleh Perusuh

29 Mei 2019 7:13 WIB
Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Harry Kurniawan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Harry Kurniawan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Aksi Kapolres Jakarta Pusat Kombes Harry Kurniawan dalam kerusuhan 21-22 Mei di depan gedung Bawaslu mendapat banyak sorotan. Harry memilih cara persuasif saat massa sedang beringas menyerang polisi. Banyak yang kagum, namun ada juga yang merasa kasihan dengan polisi.
ADVERTISEMENT
Sebagai pemegang kendali operasi kala itu, Harry justru melarang Brimob bertindak represif. Mereka diminta bertahan menghadapi lemparan batu, kayu, hingga petasan. Sementara Harry mencoba menenangkan massa melalui pengeras suara. Dia berdiri di atas mobil komando dengan mengenakan helm dan dikelilingi para Brimob.
"Para korlap tolong bantu kami, Pak ustaz tolong bantu kami. Kami bagian dari masyarakat juga. Sebagian besar keluarga kami di kampung juga bergabung, tapi pada saat ini kami bertugas," teriak Harry kala itu.
Kapolres Harry Kurniawan saat menghimbau para massa Aksi 22 Mei agar segera membubarkan diri. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Teriakan Harry awalnya tak diindahkan perusuh. Sejumlah korlap aksi akhirnya membantu menenangkan massa hingga serangan ke polisi mereda. Namun setelah semakin malam, provokator kembali beraksi dan semakin beringas. Harry lantas memberi izin Brimob untuk menembakkan gas air mata ke arah massa aksi. Cara tegas pun akhirnya dilakukan dan berujung pada penangkapan ratusan provokator.
ADVERTISEMENT
Harry yang baru tiga bulan menjabat sebagai Kapolres Jakarta Pusat, mengaku selalu mengedepankan cara persuasif saat menghadapi masyarakat. Sebelumnya saat menjabat sebagai Kapolres Tangerang dan Kapolres Depok, dia mengaku selalu menggunakan cara serupa saat berhadapan dengan masyarakat.
Untuk lebih jelasnya, simak perbincangan kumparan dengan lulusan Akpol 1995 ini di Polda Metro Jaya, Senin (27/5). Suaranya masih serak karena terlalu banyak berteriak saat menghadapi massa.
Dalam pengamanan aksi di depan Bawaslu kemarin, mengapa memilih cara persuasif saat kondisi sudah panas dan rusuh? Apakah arahan dari atasan begitu?
Pada saat itu memang saya mengambil keputusan karena saya ingin memperlihatkan bahwa Polri itu humanis, dan pada saat itu saya lihat ada korlap (koordinator lapangan) yang bisa menenangkan dari para pengunjuk rasa. Awalnya seperti itu. Setelah lempar-lemparan dan beberapa mengenai petugas kami, kami memang mengimbau dan kami berkomitmen dari awal bahwa aksi yang ditunjukkan dari pihak pengunjuk rasa memang aksi damai. Tetapi di dalam aksi damai, sangat tidak sedikit ada orang yang ingin memanfaatkan terjadi kerusuhan ataupun keributan, dan itu terjadi.
Sejumlah massa aksi terlibat kericuhan di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Kalau kita melihat orang yang sudah mempersiapkan kerusuhan, kita dengan tindakan yang represif atau melakukan penyerangan, itu akan terjadi korban yang besar. Makanya saya sebagai Kapolres mengambil langkah tetap cooling down, atau menyentuh psikologi massa, dengan melakukan imbauan-imbauan menggunakan speaker atau alat komunikasi yang cukup besar. Dan saya berharap dengan imbauan itu dapat mendinginkan tensi psikologi massa.
ADVERTISEMENT
Awalnya sesuai aturan undang-undang yang diperbolehkan bahwa melaksanakan aksi sampai dengan pukul 18.00. Kalau kita membubarkan pada pukul 18.00, psikologi massa itu sangat tinggi sekali karena sebagian besar massa aksi melaksanakan ibadah puasa, pada pukul 18.00 baru buka puasa. Akhirnya kita berikan batas toleransi atas petunjuk Bapak Kapolda, menyelesaikan segala kegiatan keagamaan sampai dengan salat tarawih. Nah itu menurut kami sudah batas toleransi yang sangat tinggi sekali kepada massa aksi.
Tapi memang dalam kerumunan itu kita sudah mengetahui ada beberapa penyusup atau pengunjuk rasa yang memang ingin membenturkan dengan kami, dengan kepentingan tertentu sehingga terjadilah kerusuhan yang mereka ingin harapkan.
Salah satu massa yang melakukan kerusuhan di kawasan Bawaslu, Jakarta Pusat. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sebelum chaos polisi sudah tahu ada penyusup?
Ya kami kan mempunyai data-data bahwa dalam setiap kerumunan besar itu tidak sedikit orang yang ingin membuat konflik ataupun kerusuhan.
ADVERTISEMENT
Dari pukul 18.00 WIB sampai selesai tarawih, hingga kemudian chaos kan agak lama, mengapa memberi kelonggaran selama itu, sedangkan Anda tahu ada potensi chaos?
Ini kan ada 2 hari. Tanggal 21 kami beri kesempatan sampai dengan salat tarawih, baru setelah itu mereka membuat keributan atau melakukan kerusuhan dan selesainya besok pagi. Di hari kedua tanggal 22, kami sudah menyampaikan pada peserta aksi, dan korlap peserta aksi menyepakati bahwa pada saat 18.00 WIB atau buka puasa selesai.
Pada saat pukul 18.00 WIB selesai, memang di luar kelompok itu ada beberapa perusuh yang sudah memancing dari hari pertama. Karena sudah diimbau jam 18.00 WIB bubar, perusuh memprovokasi, memancing kami, mengadu domba. Sekitar pukul 19.00 WIB anggota kami bertahan. Ini situasinya memang setelah provokasi setelah 20- 30 menit menurun lagi. Bahwa akan ada korban-korban lain, korban luka dan lain sebagainya, kita tangkapin setelah itu.
Anggota kepolisian menembakkan gas air mata ke arah massa di depan Kantor Bawaslu, Rabu, (22/5). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Berapa lama proses cooling down yang Anda lakukan?
ADVERTISEMENT
Ya memang kita membedakan masyarakat yang melaksanakan aksi damai dan masyarakat yang memang sudah punya niat untuk melakukan kerusuhan. Jadi walau diimbau apapun, yang ada di dalam niatnya untuk melakukan kerusuhan, pasti akan tetap melakukan aksi kerusuhan. Hanya niatnya dilakukan pada saat ada perbuatan dan niat sudah terlaksana, tinggal nunggu gongnya aja itu. Nah pada saat itu sedang cooling down mereka mencari peluang lain untuk melakukan kegiatan aksinya.
Pada saat pergantian menjelang malam, suasananya dari siang menuju malam jadi gelap, di situ mereka mulai pelemparan-pelemparan dengan peralatan yang telah disiapkan.
Yang ditangkap memang semuanya dari awal niat rusuh?
Iya. Kenapa kami bisa menganalisa yang kami tangkap sebagian besar dari awal adalah perusuh? Karena yang kami tangkap itu jauh setelah aksi unjuk rasa itu berlangsung. Aksi unjuk rasa itu berlangsung sampai dengan 18.00 WIB, kami melakukan upaya penangkapan atau upaya paksa mulai sekitar di atas jam 22.00 WIB. berarti mereka seharusnya pulang kalau memang dia peserta aksi yang benar, yang baik, melihat kejadian seperti itu pasti akan pulang. Tapi mereka berkumpul di tempat itu dan kami tangkap di sekitar lokasi kejadian.
Provokator massa aksi 22 Mei di Petamburan dan Slipi, Jakarta Barat. Foto: Mirsan Simamora/kumparan
Sikap polisi kali ini jauh lebih lembut dibanding aksi chaos lain, seperti demo mahasiswa, misalnya. Apa karena tensi politik yang tinggi?
ADVERTISEMENT
Kami Polri tidak berbicara terkait masalah politik karena kami aparat netral. Kebijakan pimpinan kami Promoter itu profesional, modern, terpercaya. Kata terakhir, terpercaya, itu adalah kunci terakhir kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat itu adalah harapan kami di kepolisian. Kalau saya punya prinsip yang namanya jadi polisi harus bisa menembak hati masyarakat. Kalau masyarakat sudah tertembak hatinya dalam tanda kutip, dia akan semakin sayang dan cinta kepada Polri. tidak perlu menembak dengan peluru karet, peluru apa, tembak hati masyarakat.
Saya sebagai Kapolres bisa saja, melihat situasi seperti itu, seperti apa yang mbak sampaikan tadi. Tapi itu terakhir saya lakukan karena saya yakin masyarakat masih punya hati.
Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Harry Kurniawan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Sebelum aksi sudah ketemu sama korlapnya?
ADVERTISEMENT
Kami secara pribadi tidak. Tapi kami mengenal di setiap aksi. Tapi sebelumnya memang ada yang sudah melakukan pendekatan dari polisi intelijen atau dari Polda, tapi kalau saya pribadi, saya tidak. Tapi mungkin mereka juga tahu saya, saya juga tahu mereka, tapi secara pribadi saya tidak kenal mereka.
Sebelum di Polres Jakpus, sikap Anda memang selalu begitu?
Ya itu, saya lebih senang cara persuasif. Represif atau penindakan itu cara terakhir saya. Sekali lagi, cara mengambil hati masyarakat ya dengan membuat suatu kondisi itu bisa diterima di masyarakat, kalau saya. Akhirnya, saya juga tidak membayangkan kalau simpati masyarakat terhadap Polri besar sekali. mungkin kalau kami melakukan upaya represif, melakukan penembakan, masyarakat tidak semakin simpati.
ADVERTISEMENT
Memang dalam beberapa Polres-polres yang saya pimpin, saya melakukan itu. Sangat jarang sekali saya berbenturan dengan masyarakat karena cost dan dampak yang ditimbulkan jauh lebih besar.
Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Harry Kurniawan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Anda dikenal dekat dengan ulama dan masyarakat, apa saja yang Anda lakukan sebelumnya?
Kami Polri adalah bagian dari masyarakat, TNI bagian dari masyarakat, yang membedakan hanya baju. Saat di Polres Tangerang, kami membuat program bedah rumah dan marbot masjid. Melalui program ini, kami membedah dan memperbaiki rumah marbot-marbot masjid dan pemandi-pemandi jenazah di Tangerang.
Selain itu juga program Polsantren (polisi sambang pesantren) yang merupakan upaya silaturahim antara jajaran kepolisian dengan pesantren, pengajian, majelis taklim yang menjadi silaturahim, tukar informasi dan kedekatan antara kepolisian dengan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kembali ke aksi 21-22 Mei. Keterlibatan TNI kemarin seperti apa? Backup-nya bagaimana?
TNI khususnya Kodim 0501 Jakarta Pusat, saya sangat berutang budi sekali. Karena kesolidan Polri dan TNI kemarin akhirnya kerusuhan yang terjadi tidak bisa melebar dan bisa diselesaikan hari itu. Kami di-back up pun membagi dengan Pak Dandim, ke mana-mana berdua dengan saya, ke mana-mana mencairkan suasana sehingga massa cepat pulang dan cepat selesai.
Kapolres Jakpus memeluk anggota TNI usai Kericuhan di depan Kantor Bawaslu. Foto: Soejono Ebenezer/kumparan
Tetapi ada juga warga yang tidak suka polisi, bagaimana Anda meresponsnya?
Biarlah masyarakat yang menilai. Kami Polri sudah biasa, kami penegak hukum. Penegak hukum itu ada 2 sisi mata uang berbeda. Pada saat kami melakukan penegakan hukum di sisi 1, sisi yang lain senang sisi yang satu tidak. Nah kami berupaya meminimalisir dengan mengurangi upaya penindakan hukum yang represif. Itu beberapa cara kami di lapangan. Dan kalau ada masyarakat yang suka dan tidak suka, biarlah masyarakat yang menilai. Karena kami semua melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan.
ADVERTISEMENT
Anda bisa bayangkan personel kami Brimob yang sekarang sudah hadir, yang paling lama itu hampir 1,5 bulan. Berarti dia sejak sebelum bulan puasa. Itu datang dari seluruh Indonesia. Mereka pada saat bulan puasa yang harusnya makan buka puasa, sahur beserta anak istri, hari ini dia sendirian, dan bahkan tidur di jalan raya.
Yang kedua sekarang sudah menjelang lebaran. Bagaimana psikologi massa terhadap anggota kami. Ya memang ini bagian dari tugas pokok tetapi jangan salah, polisi juga manusia biasa yang punya hati, punya pikiran. Ya inilah untuk kesadaran sama-sama semuanya. Mari kita sama-sama jaga suasana yang sudah damai ini. Tapi kami polisi akan melakukan upaya penindakan tegas apabila ada yang seperti kemarin melakukan upaya kerusuhan.
Gedung Pos Polisi di Sabang yang terbakar saat kerusuhan aksi 22 Mei. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ini kan masih lama proses di MK, pengamanan seperti apa?
ADVERTISEMENT
Terkait pengamanan nanti kita lihat dinamika dan situasi berkembang di lapangan. Tapi yang kita lihat sekarang masyarakat sudah aktivitas seperti biasa. Salah satu ciri khas Jakarta sudah aman, kemacetan sudah di mana-mana. Masyarakat sudah berani ke mana-mana melakukan aktivitas, Jalan Sudirman-Thamrin juga macet.
Menjelang Idul Fitri, konsentrasi pengamanan terganggu tidak?
Enggak, polisi enggak terganggu. Kami siap melaksanakan perintah negara terkait pengamanan. Enggak usah perlu was-was. Kemarin juga masyarakat khawatir takut melebar, itu enggak.
Kawasan Tanah Abang?
Jumat saya datang ke salah satu tokoh di Tanah Abang, mereka juga tidak mau Tanah Abang dikaitkan dengan keributan itu. Datang dengan RT-RW, mereka membuat spanduk besar yang cukup bagus bahwa: ‘demokrasi yes, anarki no’. Ini sekitar 200 spanduk, mereka mendukung aparat. dan kami juga mendukung masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonomi. Toko-toko sudah buka.
ADVERTISEMENT