Kapolri Sulit Berantas Jaringan Teroris karena Terhambat UU Terorisme
ADVERTISEMENT
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut serangan teroris di Surabaya dan Sidoarjo terjadi karena Polri tidak bisa menindak jaringan teroris. Polri terganjal ketentuan dalam UU Terorisme .
ADVERTISEMENT
Regulasi ini sudah diajukan revisi oleh pemerintah sejak Februari tahun 2016, namun tak kunjung disahkan DPR karena masih ada perdebatan antara pemerintah dengan DPR. Belakangan isu ini menguat lagi agar segera disahkan.
"Kita enggak punya undang-undang yang kuat untuk (menindak) mereka)," ucap Kapolri Jenderal Tito Karanvian dalam jumpa pers di Polda Jatim, Senin (14/5).
Tito mencontohkan, saat ada WNI yang dideportasi dari Suriah karena diduga terlibat dengan ISIS, Polri tidak bisa menindak mereka kecuali menindak pidana lain seperti pemalsuan paspor, KTP dan lainnya.
Begitu juga saat nama kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) --yang berafilisasi dengan ISIS, sudah berkali-kali disebutkan dalam persidangan, namun Polri tidak bisa ditindak langsung karena belum diatur UU Terorisme.
ADVERTISEMENT
Padahal, di negara lain ada ketentuan yang memungkinkan negara menentukan organisasi-organisasi yang ditetapkan terlarang seperti JAD, lalu aparat bisa menindak.
"Karena kita tahu sel mereka, tapi mereka juga tidak bodoh," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah meminta DPR mengesahkan revisi UU Terorisme dalam waktu dekat, menyusul serangan bom yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo dalam dua hari terakhir. Jika sampai Juni belum disahkan, Jokowi akan terbitkan Perppu.
Ketua DPR Bambang Soesatyo merespons bahwa revisi itu sebetulnya sudah selesai dan DPR tinggal mengesahkan. Namun, justru pemerintah yang menunda karena belum sepakat definsi terorisme dalam UU Terorisme.