Kasus Meikarta, KPK Akan Panggil Ulang Aher pada Januari 2019

26 Desember 2018 19:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan  (Foto: Iqbal Tawaqqal/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (Foto: Iqbal Tawaqqal/kumparan)
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK akan menjadwalkan pemanggilan ulang untuk mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) sebagai saksi kasus suap perizinan proyek superblock Meikarta. Pada panggilan Rabu (19/12) lalu, Aher mangkir dari panggilan KPK.
ADVERTISEMENT
"Saya sudah tanya ke timnya, kemungkinan akan diperiksa di bulan Januari (2019), nanti saya pastikan lagi kapan persisnya," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Kantor KPK, Rabu (26/12).
Menurut Febri, keterangan dari Aher sebagai mantan gubernur Jabar sangat penting untuk pengembangan penyidikan. Ia dianggap mengetahui soal proses pemberian izin untuk Meikarta.
"Karena penyidik membutuhkan keterangan yang bersangkutan untuk proses rekomendasi dan proses lain terkait proses perizinan tersebut. Untuk wagub (Deddy Mizwar) kan sudah diperiksa," tambahnya.
Jaksa KPK sebelumnya menyebut Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang pada Bidang Penataan Ruang Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Jawa Barat, Yani Firman, diduga menerima SGD 90 ribu untuk melancarkan proses pengurusan izin proyek Meikarta. Hal itu tertuang dalam surat dakwaan terdakwa Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro; pegawai Lippo Group Henry Jasmen; serta dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama.
Terdakwa kasus dugaan suap Billy Sindoro (tengah) bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/12/2018). (Foto: ANTARAFOTO/Raisan Al Farisi)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan suap Billy Sindoro (tengah) bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/12/2018). (Foto: ANTARAFOTO/Raisan Al Farisi)
Berawal saat Dinas Tata Ruang dan Permukiman Pemkab Bekasi melakukan penyesuaian Rencana Detail Tata Ruang (RDRT) dalam rangka pengembangan kawasan Meikarta. Terkait penyesuaian itu, Edi Dwi Soesiato selaku Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang dan Satriadi selaku karyawan PT Lippo Cikarang mendatangi Jamaludin selaku Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman.
ADVERTISEMENT
Edi dan Satriadi menjanjikan uang Rp 2,5 miliar kepada Jamaludin untuk menyesuaikan RDRT proyek Meikarta.
Sekitar Juli 2017, Deddy Mizwar yang juga menjabat Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) memimpin rapat pleno Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) di kantor Gubernur Jawa Barat.
Rapat pleno tersebut membahas persetujuan atas pangajuan Perda Kabupaten Bekasi tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Pengembangan (WP) I dan WP IV. Dalam rapat, Deddy meminta penjelasan terkait pembangun Meikarta, namun tak kunjung menemui kejelasan dari Pemkab Bekasi.
Pemprov Jawa Barat lalu meminta penjelasan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin terkait perizinan hunian superblock itu. Masih merujuk dakwaan, Neneng kemudian mengklaim pihaknya sudah mengeluarkan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 hektare.
ADVERTISEMENT
Sedangkan mengenai sisanya, yakni 380 hektare, diserahkan kepada pihak Pemprov Jawa Barat lantaran masalah RDTR harus melalui persetujuan Pemprov Jawa Barat.
"Deddy Mizwar kemudian meminta agar semua perizinan dihentikan terlebih dahulu sebelum ada rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat," kata jaksa saat persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (19/12).
Pada 4 September 2017, Pemprov Jawa Barat melaksanakan Rapat Pleno BKPRD yang dihadiri Deddy Mizwar selaku Ketua BKPRD, Dirjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang, dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN). Neneng, dalam rapat tersebut, memutuskan bahwa Pemkab Bekasi akan menghentikan sementara pembangunan proyek Meikarta.
Foto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
zoom-in-whitePerbesar
Foto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Dalam rentang waktu penghentian, Lippo Group selaku penggarap proyek, mengkaji dan merekrut beberapa pihak untuk mengurus izin Meikarta. Di antaranya Henry Jasmen, Fitradjaja, serta Taryudi.
ADVERTISEMENT
Kemudian, rapat di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri dilangsungkan pada 3 Oktober 2017.
Mereka yang hadir ialah perwakilan PT Lippo Cikarang Edi Dwi Soesianto, Dirjen Otda Soni Sumarsono, Direktur Pemanfaatan Ruang BPN, pihak Pemprov Jawa Barat, pihak Dinas Penanaman Modal PTSP Jawa Barat, dan Bupati Bekasi Neneng beserta staf.
Rapat tersebut membahas terkait perizinan Meikarta. Hasil rapat memutuskan bahwa harus ada rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat.
Dalam rangka mempercepat proses penerbitan Rekomendasi Dengan Catatan (RDC) dari Pemprov Jawa Barat, Henry, Fitra Djaja dan Taryudi memberikan uang yang disimpan dalam amplop sejumlah SGD 90 ribu kepada Yani Firman pada bulan November 2017.
Kemudian pada 23 November 2017, Ahmad Heryawan mengeluarkan Keputusan nomor: 648/Kep.1069-DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
ADVERTISEMENT
Atas surat itu, Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat nomor: 503/5098/MSOS tanggal 24 November 2017 yang ditandatangani oleh Kepala Dinas PMPTSP Dadang Mohamad yang ditujukan kepada Bupati Bekasi, perihal Rekomendasi Pembangunan Meikarta.